Ini
adalah pelajaran yang mesti diketahui setiap orang tua. Doa mereka
sungguh ajaib jika itu ditujukan pada anak-anak mereka. Jika ortu ingin
anaknya menjadi sholeh dan baik, maka doakanlah mereka karena doa ortu
adalah doa yang mudah diijabahi. Namun ingat sebenarnya doa yang
dimaksudkan di sini mencakup doa baik dan buruk dari orang tua pada
anaknya. Jika ortu mendoakan jelek pada anaknya, maka itu pun akan
terkabulkan. Sehingga ortu mesti hati-hati dalam mendoakan anak. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Tiga
doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua, doa
orang yang bepergian (safar) dan doa orang yang dizholimi.” (HR. Abu Daud no. 1536. Syaikh Al Albani katakan bahwa hadits ini hasan).
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ لاَ تُرَدُّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ ، وَدَعْوَةُ الصَّائِمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ
“Tidak doa yang tidak tertolak yaitu doa orang tua, doa orang yang berpuasa dan doa seorang musafir.” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shahihah
no. 1797). Dalam dua hadits ini disebutkan umum, artinya mencakup doa
orang tua yang berisi kebaikan atau kejelekan pada anaknya.
Juga dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ
دَعَوَاتٍ يُسْتَجَابُ لَهُنَّ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ لِوَلَدِهِ
“Tiga
doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang yang
dizholimi, doa orang yang bepergian (safar) dan doa baik orang tua pada
anaknya.” (HR. Ibnu Majah no. 3862. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Riwayat ini menyebutkan bahwa doa baik orang tua pada anaknya termasuk doa yang mustajab.
Muhammad bin Isma’il Al Bukhari membawakan dalam kitab Al Adabul Mufrod beberapa riwayat mengenai doa orang tua. Di antara riwayat tersbeut, Abu Hurairah berkata, ”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ
دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَهُنَّ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ دَعْوَةُ
الْمَظْلُوْمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدَيْنِ عَلىَ
وَلَدِهِمَا
“Ada tiga jenis doa yang
mustajab (terkabul), tidak diragukan lagi, yaitu doa orang yang
dizalimi, doa orang yang bepergian dan doa kejelekan kedua orang tua
kepada anaknya.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrod no. 32. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Adabul Mufrod
no. 24). Hadits ini menunjukkan bahwa doa jelek orang tua pada anaknya
termasuk doa yang mustajab. Hal itu dibuktikan dalam kisah Juraij
berikut ini. Kisah ini menunjukkan bahwa doa jelek ibunya pada Juraij
terkabul. Kisah ini dibawakan pula oleh Al Bukhari dalam Al Adabul
Mufrod.
Abu Hurairah berkata, ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا
تَكَلَّمَ مَوْلُوْدٌ مِنَ النَّاسِ فِي مَهْدٍ إِلاَّ عِيْسَى بْنُ
مَرْيَمَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ [وَسَلَّمَ] وَصَاحِبُ جُرِيْجٍ” قِيْلَ:
يَا نَبِيَّ اللهِ! وَمَا صَاحِبُ جُرَيْجٍ؟ قَالَ: “فَإِنَّ جُرَيْجًا
كَانَ رَجُلاً رَاهِباً فِي صَوْمَعَةٍ لَهُ، وَكَانَ رَاعِيُ بَقَرٍ
يَأْوِي إِلَى أَسْفَلِ صَوْمَعَتِهِ، وَكَانَتْ اِمْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِ
الْقَرْيَةِ تَخْتَلِفُ إِلَى الرَّاعِي، فَأَتَتْ أُمُّهُ يَوْمًٍا
فَقَالَتْ: يَا جُرَيْجُ! وَهُوَ يُصّلِّى، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ – وَهُوَ
يُصَلِّي – أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ، ثُمَّ
صَرَخَتْ بِهِ الثَّانِيَةَ، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟
فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ. ثُمَّ صَرَخَتْ بِهِ الثَالِثَةَ
فَقَالَ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ. فَلَمَّا
لَمْ يُجِبْهَا قَالَتْ: لاَ أَمَاتَكَ اللهُ يَا جُرَيْجُ! حَتىَّ
تَنْظُرَ فِي وَجْهِ المُوْمِسَاتِ. ثُمَّ انْصَرَفَتْ فَأُتِيَ الْمَلِكُ
بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ وَلَدَتْ[1].
فَقَالَ: مِمَّنْ؟ قَالَتْ: مِنْ جُرَيْجٍ. قَالَ: أَصَاحِبُ
الصَّوْمَعَةِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: اِهْدَمُوا صَوْمَعَتَهُ
وَأْتُوْنِي بِهِ، فَضَرَبُوْا صَوْمَعَتَهُ بِالْفُئُوْسِ، حَتىَّ
وَقَعَتْ. فَجَعَلُوْا يَدَهُ إِلَى عُنُقِهِ بِحَبْلٍ؛ ثُمَّ انْطَلَقَ
بِهِ، فَمَرَّ بِهِ عَلَى الْمُوْمِسَاتِ، فَرَآهُنَّ فَتَبَسَّمَ، وَهُنَّ
يَنْظُرْنَ إِلَيْهِ فِي النَّاسِ. فَقَالَ الْمَلِكُ: مَا تَزْعُمُ
هَذِهِ؟ قَالَ: مَا تَزْعُمُ؟ قَالَ: تَزْعُمُ أَنَّ وَلَدَهَا مِنْكَ.
قَالَ: أَنْتِ تَزْعَمِيْنَ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: أَيْنَ هَذَا
الصَّغِيْرُ؟ قَالُوْا: هَذَا فِي حُجْرِهَا، فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ.
فَقَالَ: مَنْ أَبُوْكَ؟ قَالَ: رَاعِي الْبَقَرِ. قَالَ الْمَلِكُ:
أَنَجْعَلُ صَوْمَعَتَكَ مِنْ ذَهَبٍ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: مِنْ فِضَّةٍ؟
قَالَ: لاَ. قَالَ: فَمَا نَجْعَلُهَا؟ قَالَ: رَدُّوْهَا كَمَا كَانَتْ.
قَالَ: فَمَا الَّذِي تَبَسَّمْتَ؟ قَالَ: أَمْراً عَرَفْتُهُ،
أَدْرَكَتْنِى دَعْوَةُ أُمِّي، ثُمَّ أَخْبَرَهُمْ
“Tidak ada bayi yang dapat berbicara dalam buaian kecuali Isa bin Maryam dan Juraij” Lalu ada yang bertanya, ”Wahai
Rasulullah siapakah Juraij?”. Beliau lalu bersabda, ”Juraij adalah
seorang rahib yang berdiam diri pada rumah peribadatannya (yang terletak
di dataran tinggi/gunung). Terdapat seorang penggembala yang
menggembalakan sapinya di lereng gunung tempat peribadatannya dan
seorang wanita dari suatu desa menemui penggembala itu (untuk berbuat
mesum dengannya).
(Suatu ketika) datanglah ibu Juraij
dan memanggilnya ketika ia sedang melaksanakan shalat, ”Wahai Juraij.”
Juraij lalu bertanya dalam hatinya, ”Apakah aku harus memenuhi panggilan
ibuku atau meneruskan shalatku?” Rupanya dia
mengutamakan shalatnya. Ibunya lalu memanggil untuk yang kedua kalinya.
Juraij kembali bertanya di dalam hati, ”Ibuku atau shalatku?” Rupanya
dia mengutamakan shalatnya. Ibunya memanggil untuk kali ketiga. Juraij
bertanya lagi dalam hatinya, ”lbuku atau shalatku?” Rupanya dia tetap
mengutamakan shalatnya. Ketika sudah tidak menjawab panggilan, ibunya
berkata, “Semoga Allah tidak mewafatkanmu, wahai Juraij sampai wajahmu dipertontonkan di depan para pelacur?”[2] Lalu ibunya pun pergi meninggalkannya.[3]
Wanita yang menemui penggembala tadi dibawa menghadap raja dalam keadaan telah melahirkan seorang anak[4]. Raja itu bertanya kepada wanita tersebut, ”Hasil dari (hubungan dengan) siapa (anak ini)?” “Dari Juraij?”,
jawab wanita itu. Raja lalu bertanya lagi, “Apakah dia yang tinggal di
tempat peribadatan itu?” “Benar”, jawab wanita itu. Raja berkata,
”Hancurkan rumah peribadatannya dan bawa dia kemari.” Orang-orang lalu
menghancurkan tempat peribadatannya dengan kapak sampai rata dan
mengikatkan tangannya di lehernya dengan tali lalu membawanya menghadap
raja. Di tengah perjalanan Juraij dilewatkan di hadapan para pelacur.[5] Ketika melihatnya Juraij tersenyum dan para pelacur tersebut melihat Juraij yang berada di antara manusia.
Raja lalu bertanya padanya, “Siapa ini menurutmu?”. Juraij
balik bertanya, “Siapa yang engkau maksud?” Raja berkata, “Dia (wanita
tadi) berkata bahwa anaknya adalah hasil hubungan denganmu.” Juraij
bertanya, “Apakah engkau telah berkata begitu?” “Benar”, jawab wanita
itu. Juraij lalu bertanya, ”Di mana bayi itu?” Orang-orang lalu
menjawab, “(Itu) di pangkuan (ibu)nya.” Juraij lalu menemuinya dan
bertanya pada bayi itu, ”Siapa ayahmu?” Bayi itu menjawab, “Ayahku si
penggembala sapi.”
Kontan sang raja berkata, “Apakah
perlu kami bangun kembali rumah ibadahmu dengan bahan dari emas.” Juraij
menjawab, “Tidak perlu”. “Ataukah dari perak?” lanjut sang raja.
“Jangan”, jawab Juraij. “Lalu dari apa kami akan bangun rumah
ibadahmu?”, tanya sang raja. Juraij menjawab, “Bangunlah seperti
semula.” Raja lalu bertanya, “Mengapa engkau tersenyum?” Juraij menjawab, “(Saya tertawa) karena suatu perkara yang telah aku ketahui, yaitu terkabulnya do’a ibuku terhadap diriku.” Kemudian Juraij pun memberitahukan hal itu kepada mereka.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrod no. 33. Dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Adabul Mufrod
no. 25). Lihat [Bukhari: 60-Kitab Al Anbiyaa, 48-Bab ”Wadzkur fil
kitabi Maryam”. Muslim: 45-Kitab Al Birr wash Shilah wal Adab, hal. 7-8]
Maka
sungguh amat bahaya jika keluar dari lisan orang tua doa jelek pada
anaknya sendiri karena doa seperti itu bisa terkabul sebagaimana dapat
kita lihat dalam kisah Juraij di atas. Yang terbaik, hendaklah orang tua
mendoakan anaknya dalam kebaikan dan moga anaknya menjadi sholeh serta
berada di jalan yang lurus. Ketika marah karena kenakalan anaknya,
hendaklah amarah tersebut ditahan. Ingatlah sekali lagi bahwa di saat
marah lalu keluar doa jelek dari lisan ortu, maka bisa jadi doa jelek
itu terwujud.
Hendaklah orang tua mencontoh para nabi dan orang
sholeh yang selalu mendoakan kebaikan pada anak keturunannya. Lihatlah
contoh Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam di mana beliau berdoa,
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Tuhan Kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim: 40)
رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الأَصْنَامَ
“Ya
Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan
jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” (QS. Ibrahim: 35)
Lihatlah sifat ‘ibadurrahman (hamba Allah) yang berdoa,
وَالَّذِينَ
يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا
قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan
orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada kami,
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Furqan: 74)
Moga
Allah memperkenankan doa kita sebagai orang tua yang berisi kebaikan
kepada anak-anak kita. Moga anak-anak kita berada dalam kebaikan dan
terus berada dalam bimbingan Allah di jalan yang lurus. Jika kita
sebagai anak, janganlah sampai durhaka pada orang tua. Banyak-banyaklah
berbuat baik pada mereka, sehingga kita pun akan didoakan oleh bapak dan
ibu kita.
Wallahu waliyyut taufiq.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama