Sinergikan Kata Dan Amal

Berbicara, bagi sebagian orang merupakan sesuatu yang mengasyikkan bahkan menjadi sebuah hobi tersendiri. Padahal orang yang diam, belum tentu tidak mengetahui permasalahan yang dibicarakan. Malah bisa jadi orang yang diam sesungguhnya lebih memahami persoalan yang diperbincangkan tersebut. Jika kita perhatikan kondisi bangsa kita akhir-akhir ini, maka kita lihat betapa banyak orang mengobral pembicaraan, mulai para tokoh dan pakar, pejabat hingga rakyat kecil. Para pakar sangat pandai berkomentar mengenai suatu peristiwa, namun sedikit sekali memberikan solusi atas persoalan tersebut.

 
Mereka sering berkomentar dan berdebat di televisi, namun kenyataannya tidak ada aksi yang diperbuatnya. Para pakar dan ahli sering diminta gagasan dan ide-ide terhadap suatu permasalahan masyarakat, bahkan mereka sering berdebat dan berbantah-bantahan mengadu argumen masing-masing untuk memberikan komentar dan pendapat mereka namun hanya sedikit dari komentar mereka dibuktikan dengan perbuatan. Para pejabat juga demikian, mereka banyak mengobral berbagai macam janji kepada rakyat, mulai perbaikan sarana dan prasarana, pendidikan gratis, jaminan kesehatan, peningkatan pelayanan publik, kesempatan kerja yang lebih banyak, peningkatan pendapatan dan sebagainya. Namun ternyata janji-janji itu sangat sedikit yang direalisasikan. Para pejabat nampaknya lebih senang untuk banyak bicara daripada banyak berbuat.
Demikian pula masyarakat lapis bawah, mereka sudah pandai berdebat dengan sesame temannya. Di warung-warung, di pangkalan ojek, dan dimana saja, tempat mereka nongkrong sering kita jumpai mereka sedang berdebat tentang berbagai macam tema. Mulai dari ekonomi, pendidikan, kesehatan, hingga masalah-masalah politik serta ngrasani orang lain. Padahal mereka adalah orang awam yang tidak ada keterkaiatnnya dengan persoalanpersoalan yang mereka debatkan.
Sering kali kita mendengar mereka berdebat sengit tentang politik, padahal pembicaraan mereka hanyalah debat kusir belaka.
Sistem demokrasi, dimana kebebasan untuk berpendapat dilindungi oleh undang-undang dijadikan alasan untuk mengobral komentar dan berdebat mengadu argumen bagi para ahli dan pakar, atau mengobral janji-janji bagi para pejabat atau pun mengobral ucapan dan debat kusir bagi masyarakat awam. Sehingga mereka kelihatannya lebih senang dan merasa akan dianggap hebat kalau komentarnya lebih banyak atau merasa hebat jika dia menang dalam berdebat.
Akibatnya adalah para ahli tersebut kurang disegani oleh rakyat, para pejabat tidak memiliki kewibawaan dan masyarakat awam tidak punya harga diri, karena mereka semua terlalu banyak bicara dari pada berbuat yang konkret.
Bisa jadi, permasalahan-permasalahan yang menimpa bangsa kita tercinta ini seperti maraknya KKN, suap-menyuap, penipuan, dan meningkatnya kemiskinan, kebodohan, kemunafikan, serta kemusyrikan disebabkan karena banyak pemimpin bangsa ini hanya sekadar mengumbar janji tanpa dibarengi dengan perbuatan nyata, atau karena banyak para ahli dan pakar hanya bisa mengobral ide dan gagasan namun tidak membuktikannya dengan perbuatan, ataupun masyarakat awam yang bergaya seperti para pakar dan ahli, sehingga mereka senang ngrasani dan juga memang kebiasaan masyarakat suka nongkrong dan berdebat padahal bukan urusan mereka.

Berani Berbicara Berani Berbuat

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk tidak menjadi orang yang banyak bicara tetapi sedikit beramal (berbuat). Karena sikap seperti ini, banyak bicara sedikit berbuat sangat dibenci oleh Allah SWT. Firman Nya, Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS. Ash Shaf : 2-3).
Ayat ini diturunkan Allah SWT. Ketika ada sekelompok orang meminta kepada Rasul SAW agar diberitahukan tentang amal perbuatan yang paling dicintai Allah SWT. Kemudian Allah SWT menurunkan ayat yang berisi tentang perintah untuk berjihad, namun kenyataannya mereka yang menawarkan diri akan melakukan amal perbuatan yang paling afdhal, justru tidak mau berangkat untuk jihad membela agama Allah SWT. Mereka enggan berjihad dan banyak beralasan untuk lari dari jihad. Padahal mereka sendiri yang meminta untuk ditunjukkan amal yang paling baik. Namun tidak mau mengerjakannya. Sehingga hal itu sangat dibenci oleh Allah SWT dan tentu hal itu adalah benar-benar suatu keburukan.
Orang Islam dituntut agar setiap kata yang diucapkan dari bibirnya sesuai dengan perbuatannya. Tidaklah patut seorang muslim hanya pandai bicara tapi tidak mau beramal. Lebih tidak patut lagi jika seseorang hanya bias menyuruh tapi tidak bisa memberi contoh. Banyak orang merasa bahwa lebih tinggi kedudukannya sehingga dia lebih senang menyuruh dari pada memberi contoh.
Jika kita bercermin kepada pribadi Rasulullah SAW, maka kita akan menemukan pada diri Beliau sebuah teladan yang sangat sempurna. Setiap kali beliau memerintahkan suatu amal atau ibadah maka beliaulah yang memulai pekerjaan tersebut. Rasulullah SAW selalu berbuat terlebih dahulu sebelum memerintahkan sahabat-sahabatnya, Beliau selalu memberi contoh sebelum sahabatnya melakukan pekerjaan tersebut. Sehingga tidak ada suatu amal apapun yang dikerjakan para sahabat kecuali hal itu telah dicontohkan oleh  Rasulullah SAW.
Pernah pada suatu ketika, Rasulullah SAW memerintahkan kepada para sahabat untuk mencukur rambut dan diteruskan memotong kambing setelah melakukan ibadah melempar jumrah di Mina. Namun para sahabat tidak kunjung melakukan perintah tersebut. Hingga Rasulullah SAW nampak agak kurang senang, karena perintahnya tidak segera dilaksanakan oleh para sahabatnya. Kemudian ada salah satu Istri Rasul mengusulkan agar Beliau member contoh terlebih dahulu sebelum sahabat. Kemudian Beliau menuruti usulan tersebut, lalu Beliau mencukur rambut dan memotong kambing. Segera setelah itu, para sahabat menirukan apa yang telah dicontohkan Rasul.
Dari kejadian tersebut, maka kita harus membuktikan segala ucapan kita dengan perbuatan yang nyata. Jangan sampai kita hanya bisa bicara tapi tidak bisa berbuat. Janganlah kita seperti sebuah pepatah yang mengatakan ’Tong kosong nyaring bunyinya’. Dimana orang yang banyak bicara, pandai berdebat dan senang ngrumpi itu biasanya tidak bisa berbuat banyak. Mereka hanya pandai bicara namun sedikit berbuat. Seorang muslim harus selaras antara ucapan dan perbuatannya. Jika dia berani berbicara maka dia harus juga berani berbuat.

Sedikit Bicara

Setiap kita, hendaknya mengetahui situasi dan kondisi, kapan saat harus bicara dan kapan saatnya harus diam. Sebelum berbicara, seseorang sebaiknya memahami atau paling tidak mengetahui persoalan apa yang akan dibicarakannya. Selain itu, yang juga lebih harus diperhatikan adalah apakah yang akan dibicarakan itu suatu kebaikan atau keburukan. Jika sesuatu itu baik dan dirasa perlu untuk menyampaikan (mengkomunikasikan), maka sampaikanlah dengan penuh kebaikan. Tetapi sebaliknya, jika sesuatu yang ingin disampaikan itu suatu keburukan dan bisa menimbulkan fitnah, maka sebaiknya tidak perlu dibicarakan dengan jelas, tepat dan apa adanya.
Berbicara yang baik atau diam adalah suatu kebaikan yang untuk saat ini sedikit sekali orang yang melakukannya. Terkait dengan hal itu, Rasulullah SAW pernah menyampaikan dalam sebuah haditsnya, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir (kiamat), hendaklah dia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari).
Lidah secara fisik hanya pendek dan lunak. Bahkan sudah ditutup rapat dalam mulut dan dibatasi oleh barisan gigi yang kokoh dan kuat. Namun begitu, masih saja lidah ini sewaktuwaktu menjadi bahaya laten. Ternyata dia bias lebih panjang dari jalanan yang ada. Setiap kata dan ucapan yang keluar dari mulut diterbangkan ke mana-mana. Terkadang masih terus diabadikan, bahkan hingga pemilik lidah itu tiada. Ketajamannya juga bisa melebihi mata pisau. Hanya karena ucapan, maka korban bisa berjatuhan, meninggalkan luka berkepanjangan. Bahkan melahirkan pendendam dan orang-orang yang sakit hati. Lidah juga bisa lebih berbisa dari ular yang lebih berbisa sekalipun.
Betapa banyak orang tidak menyadari, alangkah banyak dosa yang telah dikoleksi melalui lisannya. Lebih dari itu, tak jarang kehancuran seseorang terjadi karena kurang hatihatinya dalam menyusun kata-kata di atas lidahnya, karena terlalu banyak bicara akan mengakibatkan kemampuan otak menurun, membuatnya lemah, sehingga kata-katanya keluar begitu saja tanpa kontrol dari si pembicaranya. Padahal, ucapan apa pun yang kita ucapkan, baik yang diucapkannya itu baik ataupun busuk, semuanya tercatat, semuanya terekam oleh malaikat pencatat. Sebagaimana yang dikatakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya : “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Infithar (82) : 10-12). “Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan kepada kalian dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang kalian telah kerjakan.” (QS. Al-Jatsiyah (45) : 29).
Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan ucapan atau perbuatan yang tidak bermanfaat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Diriwayatkan dari Abi Hurairah radhiyallah ‘anhu , ia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Termasuk dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak penting baginya.” (HR At-Tirmidzi). Imam Ibnu Rajab rahimahullah (wafat 795H) mengatakan: “Hadits ini merupakan pondasi yang sangat agung di antara pondasipondasi adab.” Dia mengatakan pula tentang pengertian hadits ini: “Sesungguhnya barang siapa yang baik keislamannya pasti ia meninggalkan ucapan dan perbuatan yang tidak penting baginya; ucapan dan perbuatannya terbatas dalam hal yang penting baginya.” (Kitab Jami’ul ‘Ulum wal Hikam).
Ukuran penting di sini bukan menurut rasa atau rasio/ akal kita yang tidak lepas dari pengaruh hawa nafsu, akan tetapi berdasarkan tuntunan syari’at Islam. Termasuk meninggalkan ucapan dan perbuatan yang tidak penting adalah meninggalkan hal-hal yang haram, atau hal yang masih samar, atau sesuatu yang makruh, bahkan berlebihan dalam perkara-perkara yang mubah sekalipun, sedangkan apabila tidak dibutuhkan maka termasuk kategori halhal yang tidak penting.
Imam Ibnu Rajab rahimahullah menambahkan pula: “Kebanyakan pendapat yang ada tentang maksud meninggalkan apa-apa yang tidak penting adalah menjaga lisan dari ucapan yang tidak berguna, sebagaimana disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Tidaklah seorang mengucapkan satu ucapan kecuali padanya ada malaikat yang mengawasi dan mencatat.” (Qaaf: 18)
Share on Google Plus

About Admin

Khazanahislamku.blogspot.com adalah situs yang menyebarkan pengetahuan dengan pemahaman yang benar berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman generasi terbaik dari para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beserta pengikutnya.
    Blogger Comment

0 komentar:

Post a Comment


Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com

Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama