Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Saya mahasiswa
tahun-tahun pertama di fakultas Syari’ah, kami banyak menemukan
permasalahan yang mengandung perbedaan pendapat, dan terkadang pendapat
yang rajih dalam sebagian masalah, ternyata bertolak belakang dengan
sebagian pendapat ulama sekarang. Atau kadang kami menemukan
masalah-masalah tapi tidak ada satu pun yang rajih, sehingga kami
bingung dalam hal ini. Apa yang harus kami lakukan berkenaan dengan
masalah yang mengandung perbedaan pendapat atau ketika kami ditanya oleh
orang lain? Semoga Allah memberi kebaikan pada Syaikh.
Jawaban.
Pertanyaan semacam ini tidak hanya dialami oleh para penuntut ilmu
syari’at, tapi merupakan masalah umum setiap orang. Jika seseorang
mendapati perbedaan pendapat tentang suatu fatwa, ia akan kebingungan.
Tapi sebenarnya tidak perlu dibingungkan, karena seseorang itu, jika
mendapatkan fatwa yang berbeda, maka hendaknya ia mengikuti pendapat
yang dipandangnya lebih mendekati kebenaran, yaitu berdasarkan keluasan
ilmunya dan kekuatan imannya, sebagaimana jika seseorang sakit, lalu ada
dua dokter yang memberikan resep berbeda, maka hendaknya ia mengikuti
perkataan dokter yang dipandangnya lebih benar dalam memberikan resep
obat. Jika ada dua pendapat yang dipandangnya sama, atau tidak dapat
menguatkan salah satu pendapat yang berbeda itu, maka menurut para
ulama, hendaknya ia mengikuti pendapat yang lebih tegas, karena itu
lebih berhati-hati. Sebagian ulama lainnya mengatakan, hendaknya ia
mengikuti yang lebih mudah, karena demikianlah dasar hukum dalam syari’
at Islam. Ada juga yang berpendapat, boleh memilih di antara pendapat
yang ada.
Yang benar adalah mengikuti yang mudah, karena hal itu sesuai dengan
konsep mudahnya agama Islam, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Artinya :
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” [Al-Baqarah: 185]
Dan firmanNya.
"Sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.”[Al-Hajj: 78]
Serta sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Artinya : Bersikap mudahlah kalian dan jangan mempersulit. “[1]
Lain dari itu, karena pada mulanya manusia adalah “bebas dari
tanggung jawab” sehingga ada sesuatu yang mengubah status dasar ini.
Kaidah ini berlaku bagi orang yang tidak dapat mengetahui yang haq
dengan dirinya sendiri. Namun bagi yang bisa, seperti halnya thalib ‘Urn
(penuntut ilmu syar’i) yang bisa membaca pendapat-pendapat seputar
masalah dimaksud, maka hendaknya memilih pendapat yang dipandangnya
lebih benar berdasarkan dalil-dalil yang ada padanya. Dalam hal ini ia
harus meneliti dan membaca untuk mengetahui pendapat yang lebih benar di
antara pendapat-pendapat yang diungkapkan oleh para ulama.
[Kitabud Da'Wah (5), haL. 45-47, SyaikH Ibnu Utsaimin]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il
Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia
Fatwa-Fatwa Terkini-2, Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. HR. AI-Bukhari dalam Al-’Ilm (69).
Sumber : http://almanhaj.or.id
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama