Dunia Dalam Sebutir Telur ?

Apakah ALLAH Mampu Menciptakan Dunia Ini Ke Dalam Sebutir Telur ?

Ibnu Abbas berkata, “Sesungguhnya syetan pernah berkata kepada Iblis,’Wahai tuan kami, kami merasa
gembira atas kematian orang yang alim (berilmu), namun kami sangat sedih dengan kematian seorang yang banyak ibadahnya. Karena orang alim itu tidak memberi kesempatan kepada kami, dan dari orang yang banyak ibadahnya  kami mendapatkan banyak kesempatan dan bagian yang banyak darinya.”

“Iblis  berkata, pergilah kalian! Lalu merekapun pergi kepada orang yang banyak ibadahnya. Tatkala mereka datang, ahli ibadah itu sedang beribadah. Syetan-syetan itu berkata kepadanya,’Apakah Tuhanmu berkuasa untuk menciptakan dunia ini dalam sebutir telur’. Si ahli ibadah menjawab,’Saya tidak tahu’. Iblis berkata kepada syetan, ‘Tidakkah kamu melihat bahwa itu adalah jawaban yang kufur’?”

“Kemudian syetan-syetan itu mendatangi seorang alim (ahli ilmu) dalam majlis ta’limnya. Syetan-syetan itu berkata, ‘kami ingin bertanya kepadamu’. Syetan berkata, ‘Apakah Tuhanmu mampu menjadikan dunia ini dalam sebutir telur?’ Si alim menjawab, ‘Ya’ Syetan menyangkal,’Bagaimana bisa?’ Si alim menjawab, ‘Cukup Dia mengatakan ‘Kun’(Jadi-lah), maka akan terjadi’. Lalu Iblis berkata kepada syetan-syetan,’Tidakkah kamu melihat, bagaimana ia mampu menahan hawa nafsunya, dan ia mampu menangkal tipu dayaku dengan ilmu agamnya’.”

(Masha’ib al Insan min Maka’id asy Syaithan, oleh Syaikh Taqiyuddin al Hanbali)

Perbedaan antara ahli ibadah dengan orang alim.

Ahli ibadah banyak melakukan ibadah tetapi terkadang kurang memahami atau bahkan tidak mengetahui ilmu (syariat Islam), sehingga lebih banyak merusak dari pada memperbaiki. Sedangkan orang alim segala aktifitasnya didasarkan atas ilmu, yaitu petunjuk al-Quran dan Sunnah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Keutamaan  orang berilmu dibanding ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan  purnama dibanding semua bintang. Sesungguhnya ulama itu pewaris Nabi.  Seorang Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, akan tetapi ia  mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian  yang banyak.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan disahihkan Syaikh  Al-Albani dalam Shahihul Jami’, No 4212).

Abu Hurairah dalam hadits marfu’nya menginformasikan “Sungguh, seorang faqih (orang yang mumpuni agamanya) lebih sulit bagi syetan daripada seribu ahli ibadah.” (Adabul Imal’ wal Istimla’: I/60).

Seorang ulama’ hadits yang bernama Muhammad Abdulrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri mengatakan “Karena orang yang alim dengan ilmunya, ia tidak mudah terkecoh, bahkan akan menolak tipudaya syetan. Ia senantiasa mengajak manusia kepada kebaikan. Dan hal itu tidak dijumpai pada diri orang yang ahli ibadah.”

“Atau maksudnya adalah banyak tipudaya syetan yang berhasil dimentahkan atau ditolak orang  yang alim. Setiap syetan akan menjebak dan menggelincirkan manusia, orang alim datang dan menjelaskan akan tipudaya tersebut. Akhirnya manusia-manusia itu terhindar dari perangkap dan tipudaya syetan. Sedangkan orang yang ahli ibadah biasanya sibuk dengan ibadahnya. Karena tidak  dilandasi ilmu, akhirnya ia tidak merasa bahwa ibadahnya itu salah dan ia telah terjebak dalam ttipudaya syetan.” (Tuhfatul Ahwadzi: 7/ 374).
Yang dimaksud dengan ahli ilmu (orang alim) disini adalah orang yang mempunyai pemahaman agama dengan baik atau mumpuni, dan pengetahunya itu dipraktikkan dalam sikap, prilakunya serta ibadahnya sehari-hari. Sedang yang dimaksud dengan ahli ibadah (orang yang banyak ibadahnya) adalah orang yang kuat dan banyak ibadahnya, namun ibadah yang ia lakukan tidak didasari dengan ilmu syari’at. Ia melakukan ibadah dengan mengikuti perasaan dan naluri saja, atau hanya ikut-ikutan orang-orang awam yang ada di sekitarnya.

Di hadapan ilmu, manusia terbagi dalam empat kategori:

Pertama, manusia yang punya ilmu dan ia sadar akan ilmu yang dimilikinya, sehingga ia mempraktikkan ilmu itu dalam sikap dan perilaku kesehariannya. Kita patut belajar kepada orang yang masuk dalam kategori ini, karena ia adalah ‘alim dan ‘ amil.

Kedua, manusia yang punya ilmu tapi ia tidak sadar akan ilmu yang dimilikinya, sehingga sikap dan perilakunya menyimpang jauh dari ilmu yang dimilikinya. Perbuatannya tidak sejalan dengan ucapannya. Kita patut mengingatkan orang yang masuk dalam kategori ini, karena ia sedang lalai akan kewajibannya.

Ketiga, manusia yang tidak punya ilmu (bodoh) tapi ia sadar akan kebodohannya, sehingga prilakuknya terkadang benar terkadang salah. Ia bertindak berdasarkan naluri dan perasaannya, atau hanya ikut arus yang ada. Kita patut mengajari orang yang masuk dalam kategori ini, agar ia punya bekal dan pedoman yang benar untuk menghindari kesalahan dalam perilakunya.

Keempat, manusia yang tidak punya ilmu (bodoh) tapi ia tidak menyadari kebodohannya, sehingga ia enggan menerima  masukan dan nasehat orang-orang yang ada di sekitarnya, karena ia merasa tidak butuh nasehat. Kita patut waspada dengan orang yang masuk dalam kategori ini. Jika kita tidak punya bekal dan semangat untuk memperbaikinya, lebih baik kita menjauhinya agar tidak terkena imbasnya. (AHLI ILMU AGAMA lebih Ditakuti Syetan daripada AHLI IBADAH, http://metafisis.wordpress.com).

Ana pribadi pernah ditanya oleh seseorang dengan pertanyaan, “Apakah Allah mampu menciptakan sebuah pohon yang tidak bisa dicabut sendiri oleh-Nya?”

Maka ana jawab, “Itu adalah pertanyaan bid’ah!” (Pertanyaan yang tidak memiliki jawaban dan menyelisihi aqidah). Seperti halnya pertanyaan dari Ahlu Kalam (Filosofi) kepada Imam Malik tentang Bagaimana istiwa-nya Allah di atas Arsy. Atau juga pertanyaan seorang Mu’tazilah kepada Imam Ahmad tentang apakah Iman itu Makhluk?

Mengenai pertanyaan, “Apakah Allah mampu menciptakan sebuah pohon yang tidak bisa dicabut sendiri oleh-Nya?”

Penjelasan:

Pertama, Allah mampu menciptakan segala sesuatu yang Dia kehendaki. Karena segala sesuatu yang Dia kehendaki pasti akan terjadi dan akan ada, sedangkan segala sesuatu yang tidak Dia kehendaki, maka tidak akan ada dan tidak akan terjadi.

Contoh: Allah mampu menciptakan seorang Nabi lagi setelah Nabi Muhammad, tetapi hal itu diluar kehendak-Nya, maka tidak akan terjadi dan tidak akan ada.

Kedua, tidak ada yang tidak mampu atas Allah. Allah berkuasa atas segalanya. Jika ada suatu pohon atau makhluk dari ciptaan-Nya yg tidak mampu dicabut oleh-Nya, maka itu adalah sifat yg mustahil bagi Allah, dan termasuk sifat Salbiyah, sifat yang tidak dimiliki Allah.

Wallahu a’lam.
Share on Google Plus

About Admin

Khazanahislamku.blogspot.com adalah situs yang menyebarkan pengetahuan dengan pemahaman yang benar berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman generasi terbaik dari para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beserta pengikutnya.
    Blogger Comment

0 komentar:

Post a Comment


Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com

Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama