Pasal Kedelapan:
MEMBERI NAFKAH KEPADA ORANG YANG SEPENUHNYA MENUNTUT ILMU SYARI’AT (AGAMA)
Termasuk
kunci-kunci rizki adalah memberi nafkah ke-pada orang yang sepenuhnya
menuntut ilmu syari’at (agama). Dalil yang menunjukkan hal ini adalah
hadits riwayat At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Anas bin Malik bahwasanya
ia berkata:
“Dahulu ada dua orang saudara pada masa Rasulullah .
Salah seorang daripadanya mendatangi Nabi dan (saudaranya) yang lain
bekerja. Lalu saudaranya yang bekerja itu mengadu kepada Nabi maka
beliau bersabda: Mudah-mudahan engkau diberi rizki dengan sebab dia.”
Dalam
hadits yang mulia ini, Nabi yang mulia menje-laskan kepada orang yang
mengadu kepadanya karena kesi-bukan saudaranya dalam menuntut ilmu
agama, sehingga membiarkannya sendirian mencari penghidupan (bekerja),
bahwa ia tidak semestinya mengungkit-ungkit nafkahnya ke-pada
saudaranya, dengan anggapan bahwa rizki itu datang karena dia bekerja.
Padahal ia tidak tahu bahwasanya Allah membukakan pintu rizki untuknya
karena sebab nafkah yang ia berikan kepada suadaranya yang menuntut ilmu
agama secara sepenuhnya.
Al-Mulla Ali Al-Qari menjelaskan sabda Nabi :
“Mudah-mudahan
engkau diberi rizki dengan sebab dia,” yang menggunakan shighat majhul
(ungkapan kata kerja pasif) itu berkata, ‘Yakni, aku berharap atau aku
ta-kutkan bahwa engkau sebenarnya diberi rizki karena berkah-nya. Dan
bukan berarti di diberi rizki karena pekerjaanmu. Oleh sebab itu jangan
engkau mengungkit-ungkit pekerjaan-mu kepadanya.”
Al-Alamah
Ath-Thaibi berkata: “Makna ‘mudah-mudahan' dalam sabda beliau
‘mudah-mudahan engkau', bisa kembali kepada Rasulullah , sehingga
ber-fungsi untuk memberikan kepastian (bahwa dia mendapat-kan rizki
karena berkah saudaranya) dan menegur (bahwa dia mendapatkan rizki bukan
karena pekerjaannya). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits:
“Bukanlah
kalian diberi rizki karena sebab orang-orang lemah di antara kalian?”
Tetapi bisa pula kembali kepada orang yang diajaknya bicara untuk
mengajakanya berfikir dan merenungkan, sehingga ia menjadi sadar.”
Demikianlah,
dan sebagian ulama telah menyebutkan bahwa orang-orang yang mempelajari
ilmu agama secara sepenuhnya adalah termasuk kelompok orang yang
dising-gung dalam firman Allah:
“(Berinfaklah) kepada orang-orang
fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat
(beru-saha) di muka bumi, orang yang tidak tahu menyangka mereka orang
kaya karena memelihara diri dari me-minta-minta. Kamu kenal mereka
dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara
mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan
Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 273).
Imam
Al-Ghazali berkata: “Ia harus mencari orang yang tepat untuk
mendapatkan sedekahnya. Misalnya para ahli ilmu. Sebab hal itu merupakan
bantuan baginya untuk (mempelajari) ilmunya. Ilmu adalah jenis ibadah
yang paling mulia, jika niatnya benar. Ibnu Al-Mubarak senantiasa
mengkhususkan kebaikan (pemberiannya) bagi para ahli ilmu. Ketika
dikatakan kepada beliau, “Mengapa tidak eng-kau berikan pada orang
secara umum?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya aku tidak mengetahui suatu
kedudukan setelah kenabian yang lebih utama daripada kedudukan para
ulama. Jika hati para ulama itu sibuk mencari kebutuhan (hidupnya),
niscaya ia tidak bisa memberi perhatian sepe-nuhnya kepada ilmu, serta
tidak akan bisa belajar (dengan baik). Karena itu, membuat mereka bisa
mempelajari ilmu secara sepenuhnya adalah lebih utama.”
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama