MENUJU KEMENANGAN DAN KEJAYAAN HAKIKI
Kewajiban
kita semua secara pribadi dan kolektif untuk kembali pada al-Qur’an,
dan meyakininya dan menderivasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sebab dengan hanya seperti itu saja, kita
akan terjaga dari kesesatan dan kerugian selama-lamanya dan akan
memperoleh kemenangan besar berupa keridhoan Allah SWT.
Allah berfirman;
وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. 9 : 100)
Rasulullah juga bersabda,
Rasulullah bersabda;“Sebaik baik generasi adalah generasi di masa keberadaanku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” (HR Imam Ahmad, Bukhari, Muslim)
“Aku tinggalkan ditengah-tengah kalian dua perkara. Selama kalian berpegang teguh dengan keduanya tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah (al-Qur’an) dan Sunnahku (hadits).” (HR. Malik; Al-Hakim & Baihaqi).
Akan tetapi jika kita tidak melakukan apa
yang telah dilakukan umat terbaik itu, maka sungguh derita kita sebagai
seorang Muslim.
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىSebagaimana firman-Nya; “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. 20 : 124)
Dalam satu peristiwa
Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang mampu mensejahterakan rakyatnya hanya dalam tempo dua tahun.
Apa kuncinya?
Karena beliau menggunakan Al-Qur’an dan
Sunnah untuk membangun negerinya. Mengapa kita yang belakangan ini
justru meniru yang lain?
Tidak ada kemenangan kecuali dengan
sepenuh hati ittiba’ kepada Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى
الله عليه و سلم). Termasuk dalam upaya meraih masa depan cemerlang,
kemenangan dan kejayaan.
Selain itu jika kita tidak ittiba’ kepada nabi maka kita akan mengalami nasib seperti kata pribahasa “bak air di atas daun talas”.
Tidak pernah akan sampai pada tujuan
apalagi menang. Sebagaimana peradaban Barat yang tak pernah selesai
dalam menemukan kebenaran dan selalu mengikuti perubahan termasuk dalam
soal keyakinan sekalipun.
KEMENANGAN
Allah SWT telah menciptakan kita melalui
perantara seorang ayah dan ibu, dari ratusan juta (100-700 juta) sel
sperma sang ayah yang kemudian menuju ke satu tujuan, yakni sel telor
ibu.
Dari perjalanan menuju sel telor sang ibu
itulah dimulainya sebuah kompetisi dahsyat yang sangat luar biasa itu.
Bersama ratusan juta peserta yang lain kita berlomba untuk menentukan
siapa yang tercepat dan mampu bertahan sampai finish untuk membuahi sel
telor.
Saat itu hanya satu akan jadi pemenang,
dan Allah menakdirkan kita sebagai pemenang dalam kompetisi itu. Dengan
tropi diberikan hak untuk menatap dunia ini, serta menyandang amanah
sebagai khalifah di muka bumi-Nya
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Aku hendak menjadikan khalifah di bumi” (QS.al-Baqaroh: 30)
Jika sejak lahir kita sudah ditakdirkan
sebagai pemenang, kenapa sekarang kita harus jadi pecundang. Bukankah
dalam sehari setidaknya lima kali kita diseru oleh sang muadzin untuk
meraih kemenangan.
Subuh ketika sang fajar shadik terbit,
siang ketika sang surya tepat di ubun-ubun, dan petang ketika
bayang-bayang benda berbentuk sama dengan aslinya; sore ketika sang
matahari kembali ke peraduan, dan malam ketika mega merah menghilang.
“Hayya ‘Alal Falah”
(mari meraih kemenangan) itulah seruan sang muadzin yang mengajak kita
untuk selalu meraih kemenangan. Iya, dengan mendirikan shalat kita
berarti menuju sebuah kemenangan atau kejayaan. Menang yang tak hanya di
dunia. Namun, di akhirat juga nantinya.
“Yang pertama-tama dipertanyakan (diperhitungkan) terhadap seorang hamba pada hari kiamat dari amal perbuatannya adalah tentang shalatnya. Apabila shalatnya baik maka dia beruntung dan sukses dan apabila shalatnya buruk maka dia kecewa dan merugi.” (HR. An-Nasaa’i dan Tirmidzi)
Itulah konsep kemenangan dalam Islam,
menang ketika di dunia fana, menang ketika di alam Baqa. Sebuah
kemenangan yang selalu dipinta hamba muslim dalam setiap do’anya.
“…Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebaikan di dunia ini dan kebaikan di akhirat kelak dan hindarkanlah kami dari azab api neraka.”(QS. Al-Baqorah: 201)
Itulah kemenangan hakiki. Dunia-akhirat berjaya. Apalah arti kemenangan di dunia kalau di akhirat sengsara.
Tentu kemenangan besar ini tak bisa kita
raih dengan instan saudaraku. Di sana banyak jalan terjal dengan
jurang-jurang yang dalam di setiap sisinya. Sedikit saja kaki salah
melangkah, jurang-jurang dalam itu siap menerkam kita.
Iblis laknatullah dan laskar-laskarnya,
baik dari golongan jin dan manusia tak tinggal diam. Mereka selalu setia
merintangi jalan menuju kemenangan besar itu saudaraku.
Mereka takkan pernah berhenti memalingkan
langkah kita kearah kekalahan dan kerugian besar itu. Mereka selalu
beraksi mencari titik lemah kekuatan kita. Depan belakang, kiri kanan,
atas-bawah. Dari seluruh penjuru arah.
Mereka akan bersorak kegirangan kala kaki
kita tergelincir ke dalam lembah kemaksiatan. Mereka akan selalu
mengipasi kita agar bertahan di lembah itu untuk selamanya, sampai
nyawa lepas dari raga kita, dan kita mati dalam seburuk-buruk kematian
(suul khatimah). Na’udzubillah min dzaalik.
Jalan ke Neraka (yang merupakan buah
kemurkaan-Nya) selalu ditemani oleh kenikmatan-kenikmatan syahwat.
Sedangkan jalan ke Surga (yang merupakan buah keridhaan-Nya) selalu
ditemani oleh hal-hal yang berlawanan dengan keinginan dan kecenderungan
syahwat, Penuh duri, dan pasti tak semulus jalan ke Neraka.
“Neraka diselubungi (dikelilingi) oleh syahwat, dan surga oleh kesulitan-kesulitan”. (HR. Bukhari-Muslim)
Oleh karena itu, tentu dibutuhkan sebuah
keistiqamahan yang luar biasa juga dalam meraih kemenangan besar itu.
Istiqamah dalam ketakwaan, dengan bersabar dalam mengerjakan segala
perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Semoga kita mampu menjadi pemenang hakiki
itu, kemenangan di dunia dan kemenangan di akhirat. Semoga Allah SWT
selalu membimbing langkah kita menuju ridha-Nya, jalan ke surga yang
dijanjikan-Nya.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama