Tafsir Al-Qur'an Surat Luqman ayat 6

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan”. (QS Luqman:6)

"Lahwal hadits" yang diterjemahkan sebagai Perkataan yang tidak berguna ditafsirkan sebagai:

Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari menyebutkan riwayat:
* Ibnu Mas'ud (Sahabat): "Nyanyian, demi Yang tidak ada yang berhak disembah selain Dia" beliau sampai mengulangnya tiga kali.
* Ibnu 'Abbas (Sahabat): "Nyanyian dan yang sejenisnya dan mendengarkannya"
* Jabir (Sahabat):"Nyanyian dan mendengarkannya"
* Mujahid (Tab'in):"Nyanyian dan semua permainan yang melalaikan" dalam kesempatan lain beliau mengatakan "Genderang (rebana)"
* 'Ikrimah (Tabi'in):"Nyanyian"
* Adh-Dhahak: "Syirik (menyekutukan ALLAH)"
* Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari sendiri mengomentari:

”Pendapat yang betul adalah: Yang dimaksud dengannya (perkataan yang tidak berguna) adalah semua perkataan yang melalaikan dari jalan ALLAH dari apa-apa yang dilarang ALLAH dari mendengarkannya atau apa-apa yang dilarang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (dari mendengarkannya), karena ALLAH menjadikan firmannya (perkataan tidak berguna) umum dan tidak mengkhususkan sebagian yang satu dari sebagian yang lain. Oleh karena itu tetap berlaku umum sehingga datang dalil yang mengkhususkannya. Nyanyian dan syirik termasuk dari itu (perkataan tidak berguna).

{Lihat Tafsir Ath-Thabari tentang Qs. Luqman: 6}.

Imam Ibnu Katsir juga menyebutkan makna perkataan yang berguna sebagai "Nyanyian" dari Sa'id bin Jubair, Makhul, 'Amru bin Syu'aib, Hasan al-Bashri dan 'Ali bin Badzimah dari kalangan para tabi'in.

Imam Ibnu Katsir sendiri juga mengomentari:

”ALLAH menyambung dengan menyebutkan keadaan orang-orang yang celaka yaitu orang -orang yang berpaling dari mengambil manfaat dengan mendengarkan kalam ALLAH dan malah cenderung mendengarkan lagu-lagu, Nyanyian dengan nada-nada tertentu dan alat-alat musik”.

{Lihat Tafsir Ibnu Katsir tentang tentang Qs. Luqman: 6}.


Imam Al-Baghawi menyebutkan perkataan Ibrahim An-Nakha'i (Tabi'in):

"Nyanyian menumbuhkan kemunafikan di dalam hati".

Imam Al-Baghawi sendiri menafsirkan (mempergunakan perkataan yang tidak berguna): ”Menggantikan dan memilih nyanyian, lagu-lagu dan musik atas al-Quran”.

{Lihat Tafsir Al-Baghawi tentang tentang Qs. Luqman: 6}.

Imam Al-Qurthubi menyampaikan panjang lebar dalam tafsirnya, boleh dirujuk di kitab tafsir beliau.

Pertanyaan :
* Kemudian apakah yang dimaksud nyanyian dan lagu dalam pembahasan di atas? apakah setiap nyanyian dilarang atau setiap nada-nada atau lagu-lagu dilarang mutlak?

Imam Al-Qurthubi menjelaskan dalam tafsirnya:

”Nyanyian yang dimaksud adalah nyanyian yang biasa dinyanyikan menurut orang-orang yang mempopulerkannya. Yaitu nyanyian yang yang menggerakkan nafsu dan membangkitkannya atas hawa dan cumbu rayu dan kelakar (lawak) yang akan menggerakkan yang diam dan mengeluarkan yang tersembunyi (muncul aib-aib). Jenis ini apabila di dalam sya'ir akan mengobarkannya dengan menyebutkan wanita dan sifat-sifat kecantikannya, menyebutkan khamr dan hal-hal yang diharamkan di mana tidak ada beda pendapat tentang keharamannya. Karena itu adalah sia-sia dan nyanyian adalah tercela dengan kesepakatan.
Sedangkan nyanyian yang selamat dari hal tersebut maka sedikit dari itu adalah boleh di dalam masa-masa bergembira seperti pernikahan, hari raya dan ketika digunakan untuk menyemangati beramal yang berat sebagaimana saat menggali parit ...

Sedangkan apa yang dibuat-buat oleh orang-orang shufi pada hari ini (zaman al-Qurthubi) dengan membiasakan atas mendengarkan nyanyi-nyanyian dengan alat-alat musik seperti syabaabaat, thaar, ma'azif, autaar (nama-nama alat musik dipukul, dipetik dlsb) adalah haram.

* Kemudian bagaimana pendapat para ulama madzhab?
Imam Al-Qurthubi memberikan jawaban dengan beberapa penukilan:
* Imam Malik bin Anas pernah ditanya tentang nyanyian yang dibolehkan oleh sebagian orang-orang di Madinah, beliau menjawab: Yang melakukan itu menurut kami hanyalah orang-orang fasiq.
* Madzhab Abu Hanifah adalah membenci nyanyian walaupun membolehkan minum nabidz dan beliau menganggap mendengarkan nyanyian termasuk dosa.
* Begitu pula madzhab seluruh penduduk Kufah: Ibrahim (an-Nakha'i), Asy-Sya'bi, Hammad, Ats-Tsauri dan selainnya, tidak ada beda pendapat di antara meraka dalam hukum nyanyian.
* Begitu pula tidak diketahui di antara penduduk Bashrah adanya beda pendapat tentang dibencinya nyanyian dan larangannya kecuali apa yang diriwayatkan dari 'Ubaidullah bin al-Hasan al-'Anbari, beliau membolehkannya.
* Sedangkan madzhab Syafi'i beliau berkata: ”Nyanyian adalah dibenci dan menyerupai hal yang bathil dan barang siapa memperbanyaknya maka dia orang bodoh yang ditolak persaksiannya”. (Al Umm VI/ 214).
* Sedangkan madzhab Ahmad tidak ada keterangan tegas tentang hal tersebut, bahkan diriwayatkan beliau membolehkannya.
* Ibnu al-Jauzi mengatakan yang dimaksud (yang dibolehkan) adalah qashidah zuhud (sya'ir 7-10 bait) berisi tentang hal-hal zuhud.
* Ahmad ketika ditanya tentang seseorang yang meninggal dan meninggalkan seorang anak laki-laki dan seorang budak perempuan penyanyi. Si anak ingin menjual budaknya. Ahmad menjawab: budak perempuan dijual sebagai budak biasa bukan sebagai budak yang penyanyi. Ada yang berkata: harganya bisa sampai 30 ribu, boleh jadi kalau dijual sebagai budak biasa hanya 20 ribu. Ahmad menjawab: tidak boleh dijual kecuali sebagai budak biasa.
Ibnu al-Jauzi mengomentari:
Ahmad berkata seperti ini karena budak perempuan ini penyanyi dan tidak bernyanyi dengan qashidah zuhud tapi dengan sya'ir-sya'ir musik yang membangkitkan cinta.
Ini adalah dalil atas nyanyian adalah dilarang di mana kalau tidak dilarang maka tidak boleh menghilangkan harta anak yatim. (lihat dan fahami kasus di atas)
* Imam Ath-Thabari berkata:
”Telah terjadi ijma' (kesepakatan) para ulama bahwa dibencinya nyanyian dan jelas larangannya”. Ibrahim bin Sa'ad dan 'Ubaidullah al-'Anbari telah menyelesihi jama'ah (dengan membolehkan nyanyian).
Dan masih banyak sekali perkataan para sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in tentang makna ayat tersebut yakni nyanyian.
{Lihat Tafsir al-Qurthubi).

KESIMPULAN TAFSIR SURAH LUQMAN AYAT 6

Dari pembahasan di atas akan lebih baik bagi kita meninggalkan nyanyian terutama nyanyian yang berisi hal-hal yang haram. Nyanyian yang diberi keringanan untuk mendengarkannya pun hanya dengan kadar yang sedikit dan pada waktu-waktu tertentu saja. Kalau bisa kita tinggalkan semua itu tentu lebih wara' dan lebih baik sebagaimana para salaf terdahulu.

Kemudian harap dibedakan antara mendengarkan dengan mendengar. Yang dibenci adalah mendengarkan bukan mendengar. Jadi kalau pada masa kita sekarang memang tidak bisa lepas dari mendengar musik tapi kita bisa menghindari mendengarkan musik.

Itu baru pembahasan tafsir satu ayat. Masih banyak lagi ayat yang lain dan juga hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang melarang nyanyian, lagu dan musik Saya sementara hanya mampu menulis tulisan di atas sesuai kelapangan waktu yang ada, semoga bisa ditambah di lain waktu.

Sejauh ini berdasar riwayat yang shahih, pembolehanya nyanyia hanya pada saat-saat tertentu (hari raya, pesta pernikahan dan saat bekerja berat perlu semangat) dan dengan alat-alat tertentu (duff atau rebana). Sedangkan hukum asal nyanyian adalah dilarang atau dibenci kecuali ada dalil yang mengecualikannya.

ALLAH A'lam.

Referensi:
• Tafsir Ath-Thabari
• Tafsir Ibnu Katsir
• Tafsir Al-Baghawi
• Tafsir al-Qurthubi

By: Abu Abdurrahman Asrori asy Syafi’i
Share on Google Plus

About Admin

Khazanahislamku.blogspot.com adalah situs yang menyebarkan pengetahuan dengan pemahaman yang benar berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman generasi terbaik dari para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beserta pengikutnya.
    Blogger Comment

0 komentar:

Post a Comment


Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com

Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama