BERTAWAKKAL KEPADA ALLAH
Termasuk
di antara sebab diturunkannya rizki adalah bertawakkal kepada Allah dan
Yang kepadaNya tempat bergantung. Insya Allah kita akan membicarakan
hal ini melalui tiga hal:
A. Yang dimaksud bertawakkal kepada Allah.
B. Dalil syar’i bahwa bertawakkal kepada Allah termasuk di antara kunci-kunci rizki.
C. Apakah tawakkal itu berarti meninggalkan usaha?
A. Yang Dimaksud Bertawakkal kepada Allah
Para
ulama –semoga Allah membalas mereka dengan sebaik-baik balasan– telah
menjelaskan makna tawakkal. Di antaranya adalah Imam Al-Ghazali, beliau
berkata: “Tawak-kal adalah penyandaran hati hanya kepada wakil (yang
di-tawakkali) semata.”
Al-Allamah Al-Manawi berkata: “Tawakkal adalah menampakkan kelemahan serta penyandaran (diri) kepada yang di tawakkali.”
Menjelaskan
makna tawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, Al-Mulla Ali
Al-Qori berkata: “Hendaknya kalian ketahui secara yakin bahwa tidak ada
yang berbuat dalam alam wujud ini kecuali Allah, dan bahwa setiap yang
ada, baik makhluk maupun rizki, pem-berian atau pelarangan, bahaya atau
manfaat, kemiskinan atau kekayaan, sakit atau sehat, hidup atau mati dan
segala hal yang disebut sebagai sesuatu yang maujud (ada), semua-nya
itu adalah dari Allah.”
B. Dalil syar’i Bahwa Bertawakkal kepada Allah Termasuk Kunci Rizki
Imam
Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Al-Muba-rak, Ibnu Hibban,
Al-Hakim, Al-Qhudha’i dan Al-Baghawi meriwayatkan dari Umar bin
Khaththab bahwa Rasulullah bersabda:
"Sungguh, seandainya kalian
bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan
diberi rizki sebagaimana rizki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi
dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.”
Dalam
hadits yang mulia ini, Rasulullah yang ber-bicara dengan wahyu
menjelaskan, orang yang bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar
tawakkal, niscaya dia akan diberi rizki oleh Allah sebagaimana
burung-burung diberiNya rizki. Betapa tidak demikian, karena dia telah
bertawakkal kepada Dzat Yang Maha Hidup, Yang tidak pernah mati. Karena
itu, barangsiapa bertawakkal kepada-Nya, niscaya Allah akan
mencukupinya. Allah berfirman:
"Dan barangsiapa bertawakkal
kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya.
Se-sungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”
(Ath-Thalaq: 3).
Menafsirkan ayat tersebut, Ar-Rabi’ bin Khutsaim me-ngatakan: “(Mencukupkan) diri setiap yang membuat sempit manusia”.
C. Apakah Tawakkal itu Berarti Meninggalkan Usaha?
Sebagian
orang mukmin ada yang berkata: “Jika orang yang bertawakkal kepada
Allah itu akan diberi rizki, maka kenapa kita harus lelah, berusaha dan
mencari penghidupan. Bukankah kita cukup duduk-duduk dan
bermalasan-malasan, lalu rizki kita datang dari langit?”
Perkataan
ini sungguh menunjukkan kebodohan orang yang mengucapkan tentang
hakikat tawakkal. Nabi kita yang mulia telah menyerupakan orang yang
bertawakkal dan di-beri rizki itu dengan burung yang pergi di pagi hari
dan pulang pada sore hari, padahal burung itu tidak memiliki sandaran
apapun, baik perdagangan, pertanian, pabrik atau pekerjaan tertentu. Ia
keluar berbekal tawakkal kepada Allah Yang Maha Esa dan Yang kepadanya
tempat bergantung. Dan sungguh para ulama –semoga Allah membalas mereka
dengan sebaik-baik kebaikan– telah memperingatkan masa-lah ini. Di
antaranya adalah Imam Ahmad, beliau berkata: ” Dalam hadits tersebut
tidak ada isyarat yang membolehkan untuk meninggalkan usaha, sebaliknya
justru di dalamnya ada isyarat yang menunjukkan perlunya mencari rizki.
Jadi maksud hadits tersebut, bahwa seandainya mereka berta-wakkal kepada
Allah dalam kepergian, kedatangan dan usa-ha mereka, dan mereka
mengetahui kebaikan (rizki) itu di TanganNya, tentu mereka tidak akan
pulang kecuali dalam keadaan mendapatkan harta dengan selamat,
sebagaimana burung-burung tersebut.”
Imam Ahmad pernah ditanya
tentang seorang laki-laki yang hanya duduk di rumah atau masjid seraya
berkata, ‘Aku tidak mau bekerja sedikit pun, sampai rizkiku datang
sendiri’. Maka beliau berkata, Ia adalah laki-laki yang tidak mengenal
ilmu. Sungguh Nabi bersabda:
"Sesungguhnya Allah telah menjadikan rizkiku melalui panahku.”
Dan beliau bersabda:
“Sekiranya
kalian bertawakkal kepada Allah dengan se-benar-benar tawakkal, niscaya
Allah memberimu rizki sebagaimana yang diberikanNya kepada
burung-burung berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore
hari dalam keadaan kenyang.”
Dalam hadits tersebut dikatakan, burung-burung itu berangkat pagi-pagi dan pulang sore hari dalam rangka men-cari rizki.
Selanjutnya Imam Ahmad berkata: “Para Sahabat berda-gang dan bekerja dengan pohon kurmanya. Dan mereka itu-lah teladan kita”.
Syaikh
Abu Hamid berkata: “Barangkali ada yang mengira bahwa makna tawakkal
adalah , meninggalkan pekerjaan secara fisik, meninggalkan perencanaan
dengan akal serta menjatuhkan diri di atas tanah seperti sobekan kain
yang di-lemparkan, atau seperti daging di atas landasan tempat me-motong
daging. Ini adalah sangkaan orang-orang bodoh. Semua itu adalah haram
menurut hukum syari’at. Sedangkan syari’at memuji orang yang
bertawakkal. Lalu, bagaimana mungkin sesuatu derajat ketinggian dalam
agama dapat di-peroleh dengan hal-hal yang dilarang oleh agama pula?
Hakikat
yang sesungguhnya dalam hal ini dapat kita kata-kan, “Sesungguhnya
pengaruh bertawakkal itu tampak da-lam gerak dan usaha hamba ketika
bekerja untuk mencapai tujuan-tujuannya”.
Imam Abul Qosim Al-Qusyairi
berkata: “Ketahuilah se-sungguhnya tawakkal itu letaknya di dalam hati.
Adapun gerak secara lahiriah hal itu tidak bertentangan dengan
ta-wakkal yang ada di dalam hati setelah seorang hamba me-yakini bahwa
rizki itu datangnya dari Allah. Jika terdapat kesulitan, maka hal itu
adalah karena taqdirNya, dan jika terdapat kemudahan maka hal itu karena
kemudahan dariNya.”
Di antara yang menunjukkan bahwa tawakkal
kepada Allah tidaklah berarti meninggalkan usaha adalah apa yang
diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam Al-Hakim dari Ja’far bin Amr
bin Umayah dari ayahnya , ia berkata:
“Seseorang berkata kepada Nabi
, Aku lepaskan unta-ku dan (lalu) aku bertawakkal?’ Nabi bersabda:
‘Ikatlah kemudian bertawakkallah’.”
Dan dalam riwayat Al-Qudha’i disebutkan:
“Amr
bin Umayah berkata: ‘Aku bertanya,’Wahai Rasulullah, Apakah aku ikat
dahulu (tunggangan)ku lalu aku bertawakkal kepada Allah, atau aku
lepaskan begitu saja lalu aku bertawakkal?’ Beliau menjawab, ‘Ikatlah
kendaran (unta)mu lalu bertawakkallah’.”
Kesimpulan dari pembahasan
ini adalah bahwa tawakkal tidaklah berarti meninggalkan usaha. Dan
sungguh setiap muslim wajib berpayah-payah, bersungguh-sungguh dan
berusaha untuk mendapatkan penghidupan. Hanya saja ia tidak boleh
menyandarkan diri pada kelelahan, kerja keras dan usahanya, tetapi ia
harus meyakini bahwa segala urusan adalah milik Allah, dan bahwa rizki
itu hanyalah dari Dia semata.
Sebelum :
Kunci Rizki Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah 02
Sesudah :
Kunci Rizki Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah 04
Sebelum :
Kunci Rizki Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah 02
Sesudah :
Kunci Rizki Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah 04
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama