Al-hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat
dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Ketika tersandung batu, terpeleset, terjatuh atau terantuk sesuatu
yang membuat sakit, sering meluncur dari lisan kita kalimat-kalimat
umpatan seperti “Syetan!” (ungkapan kekesalan), atau “Syetan sialan.”
Seolah-olah syetan ada di balik semua ini, karenanya dialah yang harus
disalahkan.
Memang syetan senantiasa berusaha menimpakan keburukan kepada umat
manusia karena kedengkiannya. Terutama supaya manusia merugi dan
sengsara dunia akhriat. Karenanya, syetan berusaha keras untuk
menyesatkan umat manusia dari jalan hidayah supaya kelak menjadi
temannya di neraka yang menyala-nyala. Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia
musuh (mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak
golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Faathir: 6)
Tapi, menyalah-nyalahkan syetan dengan kalimat-kalimat umpatan bukan sebuah kebaikan.
Diriwayatkan dari Abu Malih. Ada seseorang bercerita kepada Abu
Malih. Ia berkata: “Saya pernah naik Unta bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Kemudian Unta beliau terpeleset, tanpa sadar saya
berkata, “Celakalah syetan.” Lalu Rasullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
“Jangan kamu katakan “celaka Syetan”, sebab jika kamu katakan itu
badan syetan akan semakin membesar sehingga sebesar rumah seraya
berkata, ‘dengan kekuatanku (aku menggelincirkan dia.’ Tetapi
katakanlah, ’Dengan menyebut nama Allah’. Bila kamu berkata demikian,
maka badan syetan akan mengecil hingga sekecil lalat.” (HR. Ahmad,
Abu Dawud, al-Nasai, al-Thabrani, al-Baihaqi, dan al-Hakim. Dishahihkan
oleh Syekh Al-Albani dalam Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, beliau
berkata, “Shahihul Isnad”, no.3128, 3129.)
Menyebut nama Allah-lah yang pantas diucapkan oleh seorang muslim
sebagai bentuk keyakinannya bahwa tidak ada yang terjadi di muka bumi
kecuali atas izin-Nya. Bukan berarti dengan menyebut nama Allah, Allah
disalah-salahkan. Sekali lagi tidak, tapi sebagai ungkapan keyakinan
bahwa semua itu dengan izin Allah. Tentunya harus disertai juga dengan
keyakinan bahwa apa yang Allah timpakan atas orang muslim hakikatnya
membawa kebaikan. Boleh jadi musibah yang menimpa seorang muslim itu
sebagai kafarah atas dosa dan kesalahannya atau sebagai ujian dari Allah
untuk meninggikan derajatnya.
Diriwayatkan dari Mu’awiyah radliyallah ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tidak ada sesuatu yang menimpa seorang mukmin pada tubuhnya
sehingga membuatnya sakit kecuali Allah akan menghapuskan dosa-dosanya.”
(HR. Ahmad 4/98, Al-Hakim 1/347 Mu’awiyah radliyallah ‘anhu. Al-Hakim
menyatakan shahih sesuai syarat Syaikhain. Imam al-Dzahabi
menyepakatinya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam al-Shahihah
5/344, no. 2274)
Diriwayatkan juga dari Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau
bersabda:
“Tidaklah menimpa seorang muslim kelelahan, sakit, kekhawatiran,
kesedihan, gangguan dan duka, sampai pun duri yang mengenai dirinya,
kecuali Allah akan menghapus dengannya dosa-dosanya.” (Muttafaqun’alaih)
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata dalam Syarh Riyadhish
Shalihin (1/94): “Apabila engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau
berkeyakinan bahwa kesedihan atau rasa sakit yang menimpamu, sampaipun
duri yang mengenai dirimu, akan berlalu tanpa arti. Bahkan Allah
Subhanahu wa Ta’ala akan menggantikan dengan yang lebih baik (pahala)
dan menghapuskan dosa-dosamu dengan sebab itu. Sebagaimana pohon
menggugurkan daun-daunnya. Ini merupakan nikmat Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Sehingga, bila musibah itu terjadi dan orang yang tertimpa
musibah itu mengingat pahala dan mengharapkannya, maka dia akan
mendapatkan dua balasan, yaitu menghapus dosa dan tambahan kebaikan
(sabar dan ridha terhadap musibah).”
Mengungkapkan kekesalan dengan mencaci maki syetan tidak akan membawa
kebaikan. Selain tidak berpahala karena tidak mengembalikan urusan
kepada Allah dan tidak sabar atas takdir-Nya, perbuatan tersebut malah
membuat syetan merasa senang dan sombong. Syetan akan merasa bahwa
kejadian itu ada karena kekuatan yang dimilikinya. Dan selayaknya,
seorang muslim yang memproklamirkan syetan sebagai musuh abadinya tidak
mau membuat syetan senang dan berbangga.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga pernah berpesan secara khusus agar tidak mencaci syetan ketika terjadi musibah,
“Janganlah kalian mencaci maki syetan, sebaliknya berlindunglah kepada Allah dari kejahatannya.”
(HR. al-Dailami, Tammaam dalam Fawa’idnya dan yang lainnya, sebagaimana
yang terdapat dalam Shahihah milik Al-Albani no. 2422)
Dan bagi siapa yang telah terlanjur dan sering mencaci maki syetan
seperti dengan ungkapan, “Syetan sialan, syetan terkutuk!” (ungkapan
kesal), dan kata-kata semisalnya dengan dalih Syetan ada di balik semua
ini, bukan melakukan kebaikan. Sebaliknya, telah melanggar tuntunan Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Karenanya, dia harus beristighfar dan
memperbaiki diri sehingga hati akan terbina mengeluarkan kata spontan
yang mulia.
Wallahu Ta’ala A’lam.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama