Firman Alloh SWT :”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung“. (QS. Ali Imran 104:105).
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa menghadap Allah (meninggal
dunia), sedangkan ia biasa melalaikan Shalatnya, maka Allah tidak
mempedulikan sedikit-pun perbuatan baiknya (yang telah ia kerjakan tsb)”. (Hadist Riwayat Tabrani)
Memilih Teman Seperjalanan di Alam Barzakh
Seperti anda ketahui, di dalam hidup ini, Islam menawarkan dua
pilihan, yaitu, jalan menuju Allah Swt, dan jalan menuju setan. Kita
disuruh memilih, jalan mana yang kita kehendaki. Al Qur’an sendiri
menegur kita “Fa ayna tadzhabun?” (Hendak pergi kemana kalian ini?)
QS.81:26. Pertanyaan ini merupakan peringatan buat semua orang. Tetapi
Nabi Ibrahim menjawab pertanyaan tsb sbb:
Dan Ibrahim berkata:“Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. (QS. 37:99)
Dalam ayat lain dikatakan : “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya (manusia) dua jalan”. (QS. 90:10)
Yaitu jalan menuju Allah Swt dan jalan menuju selain Allah Swt.
Bahkan sering kali kita temukan di dalam Al Qur’an ungkapan yang
menganjurkan agar kita berjalan mengikuti orang-orang yang berjalan
menuju Tuhan.
…… dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian
hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah
kamu kerjakan. (QS. 31:15)
Dunia utama yang harus dia tinggalkan adalah dirinya sendiri. Para
ahli tafsir mengartikan ayat, Barang siapa yang keluar dari rumahnya
(QS. 4:100), dalam dua makna; makna batin dan makna lahir. Makna lahir
dari ayat ini, berkenaan dengan para sahabat Nabi Saw., yang
meninggalkan rumahnya di Makkah menuju Madinah.
Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa ayat itu berkenaan dengan orang
tua yang sakit, yang ikut hijrah kemudian mati di perjalanan. Pada waktu
itu, ketika sahabat lain sudah hijrah dia masih tinggal di Makkah.
Kemudian turun ayat yang menegur orang yang tinggal di Makkah dan tidak
mau hijrah.
Dan kalau mereka mati, malaikat akan mengecam mereka yang tidak mau berhijrah. Al Qur’an Al Karim mengatakan : “Sesungguhnya
orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri
sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya:”Dalam keadaan bagaimana kamu
ini”. Mereka menjawab:”Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri
(Mekah)”. Para malaikat berkata:”Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga
kamu dapat berhijrah dibumi itu”. Orang-orang itu tempatnya neraka
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali, (QS. 4:97)
Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun
anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan
(untuk hijrah), (QS. 4:98)
Orang sakit dan tua ini mengatakan, “Saya ini tidak termasuk orang
yang dikecualikan dalam ayat ini karena saya mempunyai bekal dan saya
punya orang yang tahu jalan, hanya saja saya sakit. Oleh karena itu,
angkutlah saya, bawa saya berhijrah.” Kemudian oleh keluarganya, ia
dibawa ke Madinah. Sampai kemudian di suatu tempat yang bernawa Tawin,
orang itu meninggal dunia. Kemudian turun ayat :
……Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada
Allah dan Rasul-Nya, Kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke
tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya disisi Allah.
Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 4:100)
Itulah makna lahir dari ayat ini.
Seperti yang pernah disebutkan dalam hadis Nabi, “Barang siapa yang meniti (salaka) jalan menuntut ilmu, maka dia berada di jalan Allah.”
Ada sebuah nasihat yang dapat kita ambil dari seoarang ulama, dan
sufi besar pendiri sebuah tarekat, bernama Syaikh Najmuddin Al Kubra. Ia
mempunyai banyak murid yang kelak menjadi para wali. Beliau memberikan
beberapa bentuk jalan kehidupan, ketika dia sedniri sedang meniti jalan
menuju Allah Swt.
Beliau mengatakan, “Ada dua macam perjalanan manusia. Pertama
perjalanan itu ialah perjalanan yang terpaksa, yang disebut safar qahri.
Dan yang kedua, ialah perjalanan yang merupakan pilihan kita, atau yang
disebut dengan safari ikhtiyari.” Artinya, ada perjalanan kita semua
yang menuju Allah Swt tetapi dalam keadaan terpaksa; ada pula perjalanan
kita yang menuju Allah dalam keadaan sukarela.
Al Qur’an Al Karim mengatakan : “Sesungguhnya kita semua adalah
kepunyaan Allah, dan semua akan kembali kepadaNYA” dan “Kepada Akulah
semua akan kembali.” Dan itulah perjalanan yang tidak sukarela.
Masih menurut beliau, perjalanan yang tidak sukarela itu sendiri memiliki beberapa stasiun.
- Pertama, ketika kita berada pada sulbi ayah kita.
- Kedua, ketika kita berada pada rahim ibu.
- Ketiga, ketika kita dilahirkan ke dunia ini dan
- Keempat, alam kubur, yang menurut agama, alam itu bisa menjadi taman dari taman-taman surga, atau bisa juga menjadi sumur-sumur neraka, bergantung kepada amal perbuatan kita di dunia ini.
Pada alam barzakh ini kita belum masuk surga atau neraka tetapi kita sudah berada dalam bayang-bayang keduanya.
Sedangkan tahap kelima, ialah saat kebangkitan yang menurut Syaikh
Najmuddin Al Kubra, usianya sama dengan (lebih kurang) 5.000 tahun usia
dunia ini. Itulah hari kebangkitan, ketika semua manusia dibangkitkan
dari tidurnya yang panjang.
Menurut orang-orang sufi, kita semua tidak ingat lagi alam yang
sebelum ini alam rahim, misalnya. Kita tidak ingat lagi suasana di alam
rahim itu. Semua yang berada di alam rahim mempengaruhi tingkah laku
kita sekarang ini; tetapi kita seakan-akan tidak mengalami dunia itu.
Kita seakan-akan lahir ke dunia ini, kemudian kita menemukan alam
kesadaran baru.
Begitu pula, ketika kita berada di alam barzakh, kita mulai sadar
bahwa di alam inilah sebetulnya kehidupan yang sebenarnya itu. Kehidupan
dunia ini bagaikan sebuah mimpi saja. Suasana seperti baru kita sadari
di alam barzakh itu.
Allah Swt berfirman : Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan
lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang
menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu sangat tajam. (QS. 50:22)
Kita merasakan alam barzakh itu sebagai permulaan kehidupan. Apa yang
kita lakukan sekarang ini mempengaruhi suasana senang dan susah di alam
barzakh nanti.
Ketika kita nanti dibangkitkan, kita merasa bahwa alam barzakh itu
seperti mimpi yang panjang. Semua orang merasakan bahwa memang itulah
kehidupan yang sebenarnya. Al Qur’an Al Karim melukiskan peristiwa itu
dalam surah Yasin sbb :
Mereka berkata: “Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan
kami dari tempat tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Tuhan)
Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul Rasul(Nya). (QS. 36:52)
Itulah alam kebangkitan yang panjangnya kira-kira sama dengan
hitungan 5.000 tahun dunia ini. Hanya Allah Yang Maha Tahu, karena
perhitungan panjang-pendeknya waktu itu sangat relatif, apalagi ketika
menghadapi alam lain. Kita sangat susah menghitung berapa lama waktu
itu.
Sayyidina Ali k.w. pernah meriwatkan bahwa begitu seseorang meninggal
dunia, jenazahnya terbujur, diadakan “upacara perpisahan” di alam ruh.
Pertama-tama ruh dihadapkan kepada seluruh kekayaannya yang dia miliki.
Kemudian terjadi dialog antara keduanya. Mayit itu mengatakan kepada
seluruh kekayaannya, “Dahulu aku bekerja keras untuk mengumpulkan kamu
itu sehingga akau lupa untuk mengabdi kepada Allah Swt., sampai aku
tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Sekarang, apa yang akan
kamu berikan sebagai bekal dalam perjalananku ini.” Lalu harta kekayaan
itu berkata, “Ambillah dariku itu kain kafanmu.” Jadi tinggal kain
kafanlah yang dibawa untuk bekal perjalanan selanjutnya.
Sesudah itu si mayit dihadapkan kepada seluruh keluarganya –
anak-anaknya, suami atau istrinya – kemudiansi mayit berkata, ” Dahulu
akau mencintai kamu, menjaga dan merawat kamu. Begitu susah payah aku
mengurus dirimu, sampai aku lupa mengurus diriku sendiri. Sekarang apa
yang mau kalian bekalkan kepadaku pada perjalananku selanjutnya ?”
Kemudian keluarganya mengatakan, “Aku antarkan kamu sampai ke kuburan.”
Setelah perpisahan itu, si mayit akan dijemput oleh makhluk jelmaan
amalnya. Kalau orang yang meninggal ini adalah orang yang sering berbuat
baik, beramal saleh, maka dia akan dijemput oleh makluk yang berwajah
ceria, yang memandangnya menimbulkan kenikmatan, dan memancarkan aroma
semerbak. Makhluk jelmaan itu kemudian mengajak si mayit pergi. Kemudian
mayit itu berkata : “Siapakah Anda ini sebenarnya ? Saya tidak kenal
dengan Anda.” Makhluk itu kemudian menjawab: “Akulah amal saleh kamu dan
aku akan mengantarkan kamu sampai hari perhitungan (hisab) nanti.”
Bahwa amal-amal kita nanti akan berwujud, misalnya, sedekah yang
sekarang ini tidak kita lihat wujudnya. Kita hanya mengenalnya sekarang
ini sebagai sesuatu yang abstrak. Pekerjaan orang tersebut bisa kita
lihat tapi wujudnya tidak dapat kita lihat. Yang menarik adalah bahwa
amal saleh yang kita kerjakan akan selalu setia menemani kita sampai
alam barzakh.
Tetapi amal jelek juga akan berwujud. Dia akan berwujud wajah yang
menakutkan, dengan bau yang menyengat seperti bangkai, dan ia akan terus
menemani kita sampai hari hisab nanti. Kemudian ketika amal buruk itu
ditanya, “Siapakah Anda ini sebenarnya ?” Maka dia menjawab, “Saya
adalah amal kamu yang jelek. Dan aku akan menemani kamu sejak alam
barzakh sampai kebangkitan nanti.
Bayangkan perjalanan panjang yang ditemani makhluk yang mengerikan
dan baunya bahkan melebihi bau bangkai. Padahal kalau kita lihat
hadis-hadis Nabi, sedihnya seorang mayit ketika hendak meninggalkan
keluarganya melebihi kesedihan seseorang yang harus meninggalkan
keluarganya secara tiba-tiba, misalnya pergi ke luar negeri, atau mau
pergi menunaikan ibadah haji ke Makkah.
Sang mayit pun akan berpisah dengan seluruh keluarganya bahkan dengan
seluruh dunia ini yang pernah dihuninya setelah sekian lama. Setelah
berpisah, dia akan hidup sendiri, dilanda kesepian yang luar biasa.
Karena itu beruntunglah kalau dalam kesepian itu ia ditemani oleh
teman-teman yang baik.
Itulah perjalanan yang mau tidak mau mesti kita jalani. Sesudah
perjalanan itu kita memasuki tempat tinggal yang abadi. Tempat itu bisa
merupakan kesenangan yang abadi, yaitu surga; tetapi tempat abadi itu
juga bisa berwujud neraka yang mengerikan.
Selain perjalanan yang terpaksa (safar qahri), ada pula safar
ikhtiyari, yaitu perjalanan yang merupakan pilihan kita. Kita bisa
memilih berjalan atau tidak memilih berjalan. Perjalanan Ikhtiyari ini
sendiri terbagi menjadi dua. Pertama, perjalanan ruhani, atau perjalanan
jiwa kita menuju Allah Swt. Dan itulah yang disebut As-Suluk ila
Malikil Muluk (perjalanan menuju Raja segala raja). Dalam perjalanan ini
kita akan melewati beberapa tahapan sama seperti kita akan melewati
beberapa tahapan pada perjalanan qahri tadi.
Kedua, ialah perjalan fisik. Yaitu pindahnya Anda dari suatu kota ke
kota lain. Islam sangat menganggap perjalana fisik ini. Dan bahkan
mungkin hanya dalam Islam terdapat banyak anjuran mengenai pentingnya
melakukan perjalanan. Seperti yang terdapat dalam QS. 6: 11; 16: 36; 27:
69; 29: 20; 30:42; semuanya mengatakan, “…..Adakanlah perjalanan dimuka
bumi…”
Oleh karena itu, salah satu keutamaan haji adalah karena di dalam
ibadah haji itu ada unsur safar yang dilambangkan dengan meninggalkan
dunia menuju Rumah Allah, yaitu Baytullah.Tetapi haji itu juga
mengandung safar ruhani. Jadi, ibadah haji memiliki dua safar sekaligus.
Dalam shalat, kita hanya mempunyai satu safar, yaitu safar ruhani,
tidak safar jasmani. Ketika Anda berjalan untuk menuntut ilmu, Anda
dianggap melakukan dua safar.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama