Mandub adalah segala sesuatu
yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala, dan jika ditinggalkan
tidak mendapatkan siksa. Atau segala sesuatu yang terpuji secara
syar’I jika dikerjakan dan tidak dicela secara syar’I ketika
ditinggalkan . Atau sesuatu yang diperintahkan oleh syara’ secara tidak
tegas.
Adapun al-Sunnah adalah sesuatu yang dikerjakan oleh Rosulullah saw secara rutin.
Sedangkan Al Mustahab adalah
yang dikerjakan oleh Rosulullah saw satu kali atau dua kali, seperti
sholat dhuha , melakukan pengobatan dengan bekam. ([1])
At Tathowu’ adalah apa yang
dikerjakan oleh seseorang atas inisiatifnya sendiri, akan tetapi masih
dalam kerangka syar’i. Mungkin bisa kita katakana bahwa Tathowu’ adalah
sunnah-sunnah yang masih mutlak, seperti sholat sunnah mutlak,atau
membaca Al Qur’an dan berdoa kapan kita mau dan lain sebagainya. Dalam
suatu hadist disebutkan bahwa seorang badui bertanya kepada rosulullah
saw tentang kewajiban sholat , maka Rosulullah saw menjawab bahwa yang
menjadi kewajiban adalah sholat lima waktu, setelah itu orang badui
tersebut bertanya ; “ Adakah kewajiban sholat selain itu ? ‘ Rosulullah
saw menjawab “ Tidak, kecuali anda melakukan Sholat Tathowu’ “
Sebagian ulama mengatakan bahwa Mandub lebih umum dari pada yang lain-lainnya. Mandub sendiri mempunyai beberapa tingkatan :
1/ Sunnah Muakkadah , adalah
sesuatu yang dikerjakan oleh Rosulullah saw secara rutin, seperti,
sholat witir, sholat 2 rekaat sebelum fajar, sholat rowatib. Termasuk
juga menikah, karena Rosulllah saw bersabda :
من أحب فطرتي فليستن بسنتي ومن سنتي النكاح
“ Barang siapa yang cinta dengan “ fitroh-ku “ , maka hendaknya dia melaksanakan sunnah-ku, dan diantara sunnah-ku adalah menikah “ ( HR Baihaqi : 7/ 78 )
2/ Sunnah ghoir muakkadah , seperti sholat Dhuha, sholat empat rekaat sebelum Dhuhur, dan lain sebagainya.
Sebagian ulama lain membedakan antara istilah –istilah tersebut sebagai berikut :
1/ Sunnah adalah sesuatu yang dilakukan berjama’ah, seperti sholat Terawih, sholat I’ed Fitri dan I’ed Adha.
2/ Sedangkan Tathowu’ adalah
sesuatu yang dikerjakan sendiri, seperti sholat Dhuha, sholat Rawatib,
sholat Witir . sholat Tahajud dan sebagainya. ([2])
Sebagian ulama mengatakan
bahwa Sunnah di dalam I istilah syar’I lebih umum dari pada Mandub,
karena Sunnah kadang berarti wajib, seperti halnya membaca Al Fatihah di
dalam sholat Jenayah dengan mengeraskan suara. Diriwayatkan dari Ibnu
Abbas ra , ketika beliau membaca surat Al Fatihah dengan suara keras di
dalam sholat Jenayah, kemudian beliau mengatakan : Ini saya lakukan agar
mereka mengetahui bahwa hal ini adalah sunnah ( Bukhari no : 1335 )
Perkataan Ibnu Abbas ra di
atas menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan sunnah tersebut adalah
wajib, karena membaca surat Al Fatihah di dalam sholat hukumnya wajib. ([3])
Contoh lain dari sunnah yang
berarti wajib adalah apa yang dikatakan oleh Anas ra : “ Termasuk dari
sunnah adalah jika seseorang menikah dengan perawan, padahal dia telah
menikah dengan janda, maka hendaknya dia tinggal bersamanya ( bersama
perawan tersebut ) selama tujuh hari.( Bukhari no : 5213 ,Muslim no :
3562 )
Perkataan Sunnah yang dimaksud
oleh Anas ra di atas adalah suatu kewajiban yang harus dikerjakan oleh
laki-laki terhadap istrinya yang baru.
Sebagian ulama lain
berpendapat bahwa Sunnah adalah sesuatu yang berdasarkan sunnah atau
hadist. Sedangkan Mustahab adalah sesuatu yang berdasarkan ijtihad .
Tetapi pendapat ini tentunya sangat lemah, karena sangat jauh kalau
dikatakan bahwa yang berdasarkan ijtihad adalah sunnah.
Yang perlu diperhatikan di
sini adalah bahwa pada hakekatnya hal-hal yang disebut di atas ( baik
itu yang disebut mandub, sunnah, tathowu’ ataupun mustahab ) jika
dikerjakan akan mendapatkan pahala atau terpuji dan jika ditinggalkan
tidak akan mendapatkan siksa, atau tidak dicela. Namun jika seseorang
meninggalkannya secara keseluruhan dari sunnah yang ada, barangkali dia
akan tercela bahkan oleh sebagian ulama menyebutnya orang fasik yang
tidak diterima persaksiannya. Sebagai contoh bahwa adzan adalah sunnah,
namun jika suatu kampung tidak ada yang mengumandangkannya, maka kampong
tersebut boleh diperangi. Begitu juga jika meninggalkan sholat Ied
Fitri dan Ied Adha. Seperti halnya juga sholat berjama’ah yang menurut
sebagian ulama adalah sunnah muakkadah, namun jika seseorang
meninggalkannya secara terus menerus, maka dia termasuk orang yang
tercela, bahkan Rosulullah saw hendak membakar orang-orang yang sama
sekali tidak pernah sholat jama’ah di masjid.
(
[1] ) Imam Ahmad berpendapat bahwa melakukan pengobatan dengan bekam
adalah sesuatu yang mustahab, maka beliau berusaha mempraktekannya
walau hanya satu kali dalam hidup ini. Namun sebagian ulama berpendapat
bahwa pengobatan dengan bekam bukanlah sesuatu yang mustahab, akan
tetapi hanyalah salah satu bentuk pengobatan yang dilakukan oleh orang
Arab pada saat itu, sehingga seorang muslim tidak diharuskan
mempraktekkannya.
(
[2] ) Oleh karenanya sebagian ulama mengingkari orang yang melakukan
sholat tahajud dengan berjama’ah ( di luar bulan Ramadlan ) , karena
sholat Tahajud ini ditetapkan untuk dikerjakan sendiri-sendiri, jika
dikerjakan secara bersama-sama, dengan alasan bagaimanapun juga, berarti
telah menyimpang dari tujuan utamanya, dan dikatagorikan sebagai
perbuatan bid’ah. Ini seperi halnya orang yang melakukan sholat Dhuha
dengan berjama’ah, atau sholat sunnah fajar dengan berjama’ah atau
sholat rawatib dengan berjama’ah.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama