Memahami Pokok Ajaran Islam

“Sudah sering didengar orang berkata ‘pokok ajaran agama’ dan ‘Umat Islam’, tapi tidak jelas betul apa yang dimaksud”

Islam pada tata bahasanya secara terminologi berarti “Ketundukan/kepasrahan”. Adapun secara etimologi atau istilah berarti:

(1) Bersaksi tidak ada sembahan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya, (2) Mendirikan sholat, (3) Membayar zakat, (4) Berpuasa pada bulan Ramadhan, (5) Berhaji bagi yang mampu
.
Inilah gambaran pokok atau inti dari ajaran Islam yang diajarkan oleh Rasulullah ‘alaihi al shalatu wa al salam sesuai apa yang diriwayatkan dari Beliau secara shahih oleh Imam Bukhari dan Muslim.

Jika kita melihat secara menyeluruh dari kelima pokok Islam, maka didalamnya kita temukan makna ketundukan atau kepasrahan terhadap apa yang diwahyukan Allah Ta’ala kepada Sang Rasul yang kemudian Beliau sampaikan kepada seluruh umatnya sejak generasi awal hingga nanti generasi terakhir sesaat sebelum sangkakala ditiupkan yang diajarkan secara turun temurun.

Contoh paling pertama dari implementasi tentang ketundukan terhadap ajaran Islam adalah bersaksi bahwa tidak ada sembahan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya.

Secara eksplisit kita dapat melihat bahwa kedua kalimat ini terdiri dari dua bagian, yaitu, bagian pertama “Persaksian bahwa tidak ada sembahan selain Allah” dan potongan kedua adalah “Persaksian bahwa Muhammad ‘Alaihi al sholatu wa al salam adalah utusan Allah Ta’ala”.

Kedua penggal kalimat ini memiliki makna implisit, yaitu dalam menjalani kehidupan sebagai hamba, seorang muslim hendaknya hanya mengarahkan niatannya kepada Allah Ta’ala semata. Sementara bersamaan dengan itu, segala tindak-tanduk peribadatannya hendaklah mengikuti apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Di dalamnya ada ketundukan dan pengikutan kepada apa-apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah kepada generasi pertama untuk kemudian diteruskan kepada generasi-generasi berikutnya hingga hari kiamat kelak.

Allah Ta’ala mengutus Rasul-Nya adalah untuk memberikan pondasi dan batasan-batasan atas apa-apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh seorang hamba yang mengaku taat kepadaNya.

Jika menilik kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya, maka kita melihat, bahwa untuk mendapatkan apa yang dijanjikan oleh Allah Ta’ala kepada mereka pada umumnya tidaklah terlalu sulit. Yang mereka lakukan hanyalah mengikuti apa-apa yang dicontohkan oleh Rasulullah. Itu saja. Tanpa berusaha untuk menambah-nambah ataupun mengurangi. Sebab mereka paham, bahwa cukup dengan itu saja mereka insya Allah bisa mendapatkan janji Allah kelak.

Persoalan kemudian muncul, ketika di beberapa generasi belakangan, yaitu setelah mereka kemudian mencoba memunculkan ide-ide atau ijtihad-ijtihad yang sama sekali tidak pernah dicontohkan atau bahkan diberi sinyal oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Apa yang kemudian terjadi? Akhirnya semakin banyak amalan-amalan tambahan yang dikira bisa menambah nilai penerimaan amalan tersebut di sisi Allah Ta’ala. Contohnya adalah: mencela para sahabat, menganggap sebagian mereka merebut posisi kekuasaan sebagian yang lain, ataupun ada yang kemudian menelurkan ide bahwa Rasulullah Muhammad bukanlah nabi/rasul terakhir. Hal-hal seperti ini, kemudian berimbas kepada perubahan akan dasar-dasar pokok ajaran Islam.

Sedikit kilas balik, topik ini coba penulis paparkan terinspirasi dari sebuah SMS tak bertuan yang isinya tentang penjelasan KH. Hasyim Muzadi di depan dewan HAM PBB menyangkut masalah intoleransi yang terjadi di Indonesia. Sepenggal kalimat yang tercantum di dalam pesan singkat tersebut coba penulis paparkan di sini:

“Selama berkeliling dunia, saya belum menemukan negara muslim mana pun yang setoleran Indonesia. Kalau yang dipakai ukuran adalah masalah Ahmadiyah, memang karena Ahmadiyah menyimpang dari pokok ajaran Islam, namun selalu menggunakan stempel Islam dan berorientasi Politik Barat. Seandainya Ahmadiyah merupakan agama tersendiri, pasti tidak dipersoalkan oleh umat Islam…”

Dari penggalan pesan di atas, di dalamnya disinggung soal pokok ajaran Islam dikaitkan dengan keberadaan sebuah jamaah yang menamakan diri Ahmadiyah. Sekedar penyegaran, Ahmadiyah adalah jamaah yang meyakini bahwa Nabi Muhammad bukanlah penutup para nabi. Yang mana mengandung makna implisit bahwa masih ada Nabi setelah Nabi Muhammad.

Dari penggalan pesan di ataslah muncul semacam kegundahan berupa pernyataan :

“Sudah sering didengar orang berkata ‘pokok ajaran agama’ dan ‘Umat Islam’, tapi tidak jelas betul apa yang dimaksud”

Dan ini mungkin sering kita jumpai di tengah-tengah umat Islam. Tidak sedikit dari kalangan umat Islam bertanya-tanya, bukankah Syiah juga Islam, Ahmadiyah juga Islam dan pokok-pokok ajaran mereka juga merupakan pokok-pokok ajaran Islam yang tidak boleh disebut salah atau menyimpang?

Inilah salah satu bentuk kegundahan yang terjadi di masyarakat muslim belakangan ini. Bagi penulis, kegundahan seperti ini bisa dibilang wajar terjadi sebagai efek dari semakin jauhnya jarak tempuh peradaban dari peradaban yang ada sekarang dengan peradaban Rasulullah ‘Alaihi al Sholatu wa al Salam dan para sahabat Beliau radhiallahu ‘anhum ajma’in. Sehingga tidak bisa dipungkiri terjadinya deviasi-deviasi (penyimpangan) pemahaman.

Untuk itulah, dirasa sangat perlu bagi kita semua untuk memahami pola atau metode pengambilan ajaran Islam yang baik. Agar dapat paling tidak meminimalisir penyimpangan-penyimpangan dalam pemahaman maupun amalan.

Kita berusaha untuk mendudukkan persoalan perselisihan-perselisihan yang terjadi di zaman para sahabat sesuai dengan porsinya agar tidak terjebak pada sikap berlebih-lebihan. Contohnya, berlebih-lebihan dalam membela sahabat ‘Ali radhiallahu ‘anhu beserta keturunannya sampai-sampai harus mencela sahabat bahkan istri Rasulullah radhiallahu ‘anhum ajma’in. Bahkan, tidak sedikit yang kemudian terjerumus dalam pengkafiran sahabat yang berseberangan dengan ‘Ali radhiallahu ‘anhu serta keluarganya.

Mereka protes ketika dikritisi tentang sikap mereka terhadap Rasulullah dan para Sahabatnya. Namun, mereka yang protes tersebut tidak sadar, bahwa jauh sebelum mereka dikritik, mereka telah terlebih dahulu mencederai diri Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya.

Bahkan, mereka melakukan hal-hal yang sama sekali bukan merupakan titik tekan utama Rasulullah di dalam dakwahnya. Contohnya adalah berlarut-larut mempersoalkan hak kekhalifahan yang menurut mereka seharusnya jatuh ke ‘Ali radhiallahu ‘anhu beserta garis keturunannya dan bukan kepada Abu Bakar dan sahabat lainnya radhiallahu ‘anhum ajma’in. Padahal, ‘Ali dan keluarganya sendiri tidak pernah begitu ngotot mempersoalkan tentang kekhalifahan tersebut. Sebab mereka sadar dan yakin, jabatan kekhalifahan bukanlah untuk dipersoalkan, tapi adalah amanah yang mana amanah itu rata-rata dijauhi oleh para sahabat termasuk ‘Ali radhiallahu ‘anhum ajma’in. Mengapa mereka lebih memilih menjauhinya, karena mereka tahu apa tanggung jawab dibalik gelar khalifah itu sendiri. Tanggung jawab amanah yang sangat berat. Yang bukan saja harus mereka pertanggungjawabkan di hadapan umat Islam, tapi juga kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan pengadilan teradil yaitu pengadilan Allah Ta’ala.

Begitu pun dengan jamaah yang menganut ajaran bahwa Nabi Muhammad bukanlah nabi penutup. Masih akan ada Nabi setelah Beliau. Ajaran ini juga, jika kita telisik, maka bisa dikatakan tidak pernah sama sekali dilontarkan oleh Rasulullah dihadapan umat Islam pada saat itu.

Kesimpulan

Dari sedikit pemaparan di atas, mudah-mudahan pembaca yang budiman dapat menarik kesimpulan bahwa, sumber utama pengambilan ajaran Islam adalah Rasulullah ‘Alaihi al Sholatu wa al Salam. Karena melalui lisan dan kehidupan Beliaulah seluruh ajaran al Qur’an diejawantahkan. Oleh karena itu, jika ada yang bertanya “Yang manakah ajaran pokok Islam”, maka hendaknya di benak kita semua telah tertanam jawaban “Yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah ‘Alaihi al Sholatu wa al Salam”.

Maka dari situ kita bisa sedikit mendapat gambaran, ketika ada yang bertanya, “Apakah ajaran yang mengajarkan perpecahan dan penghinaan terhadap para Sahabat Nabi merupakan pokok ajaran Islam?”, maka dapat langsung kita telusuri menggunakan kaidah dasar di atas, yaitu “Apakah hal tersebut diajarkan atau dicontohkan di masa Rasulullah masih hidup?”. Jika jawaban yang kita dapatkan adalah “Tidak”, maka bisa dipastikan bahwa hal itu bukanlah merupakan bagian dari pokok ajaran Islam. Atau paling tidak, agar tidak terkesan ada vonis yang terburu-buru, maka dapat kita katakan “Saya akan berhati-hati terhadap ajaran yang seperti itu. Ajaran atau pemahaman yang tidak saya dapatkan contohnya di masa hidupnya Rasulullah.”

Begitu pula jika di kemudian hari kita bertemu dengan seseorang yang bertanya, “Apakah benar ada Nabi/Rasul setelah Rasulullah Muhammad ‘Alaihi al Sholatu wa al Salam”, maka insya Allah dengan mudah kita bisa menjawabnya menggunakan bingkai atau metode yang telah kita baca di atas.

Saran

Dengan adanya bingkai atau pola pelacakan ajaran dasar Islam seperti itu, maka diharapkan agar kita sebagai umat Islam tidak mudah diombang-ambingkan dengan ajaran-ajaran yang datang di kemudian hari yang tidak sesuai dengan bingkai dasar ajaran Islam. Baik secara pribadi maupun secara umat keseluruhan. Apalagi, tidak dapat kita pungkiri bahwa ada saja orang-orang yang mencoba mengaburkan arti Islam itu sendiri.

Dan diharapkan dari kita semua adalah kesediaan hati dan niat kita untuk belajar Islam dari sumber-sumbernya yang asli dan terpercaya agar kita tidak terjebak pada pertanyaan-pertanyaan yang justru membuat kita menjauh dari Islam.

Harapan penulis, semoga dengan sedikit tulisan ini bisa memberi pencerahan yang menguatkan penegasan akan apa sebenarnya Pokok Ajaran Islam itu.
Share on Google Plus

About Admin

Khazanahislamku.blogspot.com adalah situs yang menyebarkan pengetahuan dengan pemahaman yang benar berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman generasi terbaik dari para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beserta pengikutnya.
    Blogger Comment

0 komentar:

Post a Comment


Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com

Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama