Sejarah Nabi Muhammad SAW
BAB XXXI - PEMAKAMAN RASUL
Berita kematian menggemparkan - Umar
tidak percaya Rasul wafat - Kedatangan Abu Bakr - Barangsiapa akan
menyembah Muhammad - Muhammad sudah meninggal - Abu Bakr membacakan
ayat Qur'an - Pendapatnya meyakinkan Muslimin - Pasukan Usama kembali
ke Medinah - Sambutan Abu Bakr kepada Anshar - Ikrar Umum - Pidato
Khulafa'ur-Rasyidin yang pertama - Di mana Rasul akan dimakamkan? -
Nabi dimandikan - Perpisahan dengan jenazah yang suci - Detik-detik
yang khidmat dalam sejarah - Keguncangan orang-orang yang lemah iman -
Nabi dikebumikan - Aisyah di ruangan sebelah makam - Menyelamatkan
pasukan Usama - Para nabi tidak diwariskan - Warisan rohani terbesar -
Catatan kaki.
NABI
telah memilih Handai Tertinggi di rumah Aisyah dengan kepala di
pangkuannya. Kemudian Aisyah meletakkan kepalanya di atas bantal. Ia
berdiri, dan bersama-sama dengan wanita-wanita lain - yang segera datang
begitu berita sampai kepada mereka - ia memukul-mukul mukanya sendiri.
Dengan peristiwa itu kaum Muslimin yang sedang berada dalam mesjid
sangat terkejut sekali, sebab ketika paginya mereka melihat Nabi dari
segalanya menunjukkan, bahwa ia sudah sembuh. Itu pula sebabnya Abu
Bakr pergi mengunjungi isterinya Bint Kharija di Sunh.
Umar tidak percaya Rasul wafat
Setelah
mengetahui hal itu cepat-cepat Umar ke tempat jenazah disemayamkan. Ia
tidak percaya bahwa Rasulullah sudah wafat. Ketika dia datang,
dibukanya tutup mukanya. Ternyata ia sudah tidak bergerak lagi. Umar
menduga bahwa Nabi sedang pingsan. Jadi tentu akan siuman lagi. Dalam
hal ini sia-sia saja, Mughira hendak meyakinkan Umar atas kenyataan
yang pahit ini. Ia tetap berkeyakinan, bahwa Muhammad tidak mati. Oleh
karena Mughira tetap juga mendesak, ia berkata:
"Engkau dusta!"
Kemudian ia keluar ke mesjid bersama-sama
sambil berkata: "Ada orang dari kaum munafik yang mengira bahwa
Rasulullah s.a.w. telah wafat. Tetapi, demi Allah sebenarnya dia tidak
meninggal, melainkan ia pergi kepada Tuhan, seperti Musa bin 'Imran. Ia
telah menghilang dari tengah-tengah masyarakatnya selama empat puluh
hari, kemudian kembali lagi ke tengah mereka setelah dikatakan dia
sudah mati. Sungguh, Rasulullah pasti akan kembali seperti Musa juga.
Orang yang menduga bahwa dia telah meninggal, tangan dan kakinya harus
dipotong!"
Teriakan Umar yang datang bertubi-tubi ini
telah didengar oleh kaum Muslimin di mesjid. Mereka jadi seperti orang
kebingungan. Memang, kalau memang benar Muhammad telah berpulang,
alangkah pilunya hati! Alangkah gundahnya perasaan mereka yang pernah
melihatnya, pernah mendengarkan tutur katanya, orang-orang yang beriman
kepada Allah Yang telah mengutusnya membawa petunjuk dan agama yang
benar! Rasa gundah dan kesedihan yang sungguh membingungkan, sungguh
menyayat kalbu! Apabila Muhammad telah pergi menghadap Tuhan - seperti
kata Umar - ini sungguh membingungkan. Dan menunggu dia kembali lagi
seperti kembalinya Musa, lebih-lebih lagi ini mengherankan.
Mereka semua datang mengerumuni Umar, lebih
mempercayainya dan lebih yakin, bahwa Rasulullah tidak meninggal.
Belum selang lama tadi mereka bersama-sama, mereka melihatnya dan
mendengar suaranya yang keras dan jelas, mendengar doanya dan
pengampunan yang dimohonkannya. Betapa ia akan meninggal, padahal dia
adalah Khalilullah yang dipilihNya untuk menyampaikan risalah, risalah
yang sekarang sudah dianut oleh Arab se]uruhnya, tinggal lagi Kisra dan
Heraklius yang akan menganut Islam! Betapa ia akan meninggal, padahal
dengan kekuatannya itu selama duapuluh tahun terus-menerus ia telah
menggoncangkan dunia dan telah menimbulkan suatu revolusi rohani yang
paling hebat yang pernah dikenal sejarah!
Tetapi di sana wanita-wanita masih juga
memukul-mukul muka sendiri sebagai tanda, bahwa ia telah meninggal.
Sungguh pun begitu Umar di mesjid masih juga terus menyebutkan bahwa
dia tidak wafat, dia sedang pergi kepada Tuhan seperti Musa bin 'Imran,
dan mereka yang berpendapat bahwa ia sudah meninggal, mereka itu
golongan orang-orang munafik, orang munafik, yang tangan dan kakinya
oleh Muhammad nanti akan dihantamnya setelah ia kembali. Mana yang
mesti dipercaya oleh kaum Muslimin? Mula-mula mereka cemas sekali.
Kemudian kata-kata Umar itu masih menimbulkan harapan dalam hati
mereka, karena Muhammad masih akan kembali. Hampir saja angan-angan
mereka itu mereka percayai, menggambarkan dalam hati mereka sendiri
hal-hal yang hampir-hampir pula membawa mereka jadi puas karenanya.
Kedatangan Abu Bakr
Sementara
mereka dalam keadaan begitu tiba-tiba Abu Bakr datang. Ia segera
kembali dari Sunh setelah berita sedih itu diterimanya. Ketika
dilihatnya Muslimin demikian, dan Umar sedang berpidato, ia tidak
berhenti lama-lama di tempat itu melainkan terus ke rumah Aisyah tanpa
menoleh lagi ke kanan-kiri. Ia minta ijin akan masuk, tapi dikatakan
kepadanya, orang tidak perlu minta ijin untuk hari ini.
Bila ia masuk, dilihatnya Nabi di salah
satu bagian dalam rumah itu sudah diselubungi dengan burd hibara.1 Ia
menyingkapkan selubung itu dari wajah Nabi dan setelah menciumnya ia
berkata:
"Alangkah sedapnya di waktu engkau hidup, alangkah sedapnya pula di waktu engkau mati."
Kemudian kepala Nabi diangkatnya dan diperhatikannya paras mukanya, yang ternyata memang menunjukkan ciri-ciri kematian.
"Demi ibu-bapakku.2 Maut yang sudah
ditentukan Tuhan kepadamu sekarang sudah sampai kaurasakan. Sesudah itu
takkan ada lagi maut menimpamu!"
Kemudian dikembalikannya kepala itu ke
bantal, ditutupkannya kembali kain burd itu kemukanya. Sesudah itu ia
keluar. Ternyata Umar masih bicara dan mau meyakinkan orang bahwa
Muhammad tidak meninggal. Orang banyak memberikan jalan kepada Abu
Bakr.
"Sabar, sabarlah Umar!" katanya setelah ia berada di dekat Umar. "Dengarkan!"
Tetapi Umar tidak mau diam dan juga tidak
mau mendengarkan. Ia terus bicara. Sekarang Abu Bakr menghampiri
orang-orang itu seraya memberi isyarat, bahwa dia akan bicara dengan
mereka. Dan dalam hal ini siapa lagi yang akan seperti Abu Bakr!
Bukankah dia Ash-Siddiq yang telah dipilih oleh Nabi dan sekiranya Nabi
akan mengambil orang sebagai teman kesayangan tentu dialah teman
kesayangannya?! Oleh karena itu cepat-cepat orang memenuhi seruannya itu
dan Umar ditinggalkan.
Barangsiapa akan menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal
Setelah
mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Abu Bakr berkata:
"Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah
meninggal. Tetapi barangsiapa mau menyembah Tuhan, Tuhan hidup selalu
tak pernah mati."
Abu Bakr membacakan ayat Qur'an - Pendapatnya meyakinkan Muslimin
Kemudian
ia membacakan firman Tuhan: "Muhammad hanyalah seorang rasul. Sebelum
dia pun telah banyak rasul-rasul yang sudah lampau. Apabila dia mati
atau terbunuh, apakah kamu akan berbalik ke belakang? Barangsiapa
berbalik ke belakang, ia tidak akan merugikan Tuhan sedikit pun. Dan
Tuhan akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur."
(Qur'an, 3:144)
Ketika itu Umar juga turut mendengarkan
tatkala dilihatnya orang banyak pergi ke tempat Abu Bakr. Setelah
didengarnya Abu Bakr membacakan ayat itu, Umar jatuh tersungkur ke
tanah. Kedua kakinya sudah tak dapat menahan lagi, setelah ia yakin
bahwa Rasulullah memang sudah wafat. Ada pun orang banyak, yang sebelum
itu sudah terpengaruh oleh pendapat Umar, begitu mendengar bunyi ayat
yang dibacakan Abu Bakr, baru mereka sadar; seolah mereka tidak pernah
mengetahui, bahwa ayat ini pernah turun. Dengan demikian segala perasaan
yang masih ragu-ragu bahwa Muhammad sudah berpulang ke rahmat Allah,
dapat dihilangkan.
Sudah melampaui bataskah Umar ketika ia
berkeyakinan bahwa Muhammad tidak mati, ketika mengajak orang lain
supaya juga yakin seperti dia? Tidak! Para sarjana sekarang mengatakan
kepada kita, bahwa matahari akan terus memercik sepanjang abad sebelum
tiba waktunya ia habis hilang sama sekali. Akan percayakah orang pada
pendapat ini tanpa ia ragukan lagi kemungkinannya? Matahari yang
memancarkan sinar dan kehangatan sehingga karenanya alam ini hidup,
bagaimana akan habis, bagaimana akan padam sesudah itu kemudian alam ini
masih akan tetap ada? Muhammad pun tidak kurang pula dari matahari itu
sinarnya, kehangatannya, kekuatannya. Seperti matahari yang telah
melimpahkan jasa, Muhammad pun telah pula melimpahkan jasa. Seperti
halnya dengan matahari yang telah berhubungan dengan alam, jiwa
Muhammad pun telah pula berhubungan dengan semesta alam ini, dan selalu
sebutan Muhammad s.a.w. mengharumkan alam ini keseluruhannya. Jadi
tidak heran apabila Umar yakin bahwa Muhammad tidak mungkin akan mati.
Dan memang benar ia tidak mati, dan tidak akan mati.
Pasukan Usama kembali ke Medinah
Usama
b. Zaid yang telah melihat Nabi pagi itu pergi ke mesjid, seperti
orang-orang Islam yang lain dia pun menduga bahwa Nabi sudah sembuh.
Bersama-sama dengan anggota pasukan yang hendak diberangkatkan ke Syam
yang sementara itu pulang ke Medinah, sekarang ia kembali menggabungkan
diri dengan markas yang di Jurf. Perintah sudah dikeluarkan supaya
pasukannya itu siap-siap akan berangkat. Tetapi dalam pada itu,
tiba-tiba ada orang yang datang menyusulnya, dengan membawa berita
sedih tentang kematian Nabi. Ia membatalkan niatnya akan berangkat dan
pasukannya diperintahkan kembali semua ke Medinah. Ia pergi ke rumah
Aisyah dan ditancapkannya benderanya di depan pintu rumah itu, sambil
menantikan keadaan Muslimin
Sebenarnya Muslimin sendiri dalam keadaan
bingung. Setelah mereka mendengar pidato Abu Bakr dan yakin sudah bahwa
Muhammad sudah wafat, mereka lalu terpencar-pencar. Golongan Anshar
lalu menggabungkan diri kepada Said b. 'Ubada di Saqifa3 Banu Sa'ida;
Ali b. Abi Talib, Zubair ibn'l-'Awwam dan Talha b. 'Ubaidillah
menyendiri pula di rumah Fatimah; pihak Muhajirin, termasuk Usaid b.
Hudzair dari Banu 'Abd'l-Asyhal menggabungkan diri kepada Abu Bakr.
Sementara Abu Bakr dan Umar dalam keadaan
demikian, tiba-tiba ada orang datang menyampaikan berita kepada mereka,
bahwa Anshar telah menggabungkan diri kepada Sa'd b. 'Ubada, dengan
menambahkan bahwa: Kalau ada masalah yang perlu diselesaikan dengan
mereka, segera susullah mereka, sebelum keadaan jadi berbahaya.
Rasulullah s.a.w. masih di dalam rumah, belum lagi selesai (dimakamkan)
dan keluarganya juga sudah menutupkan pintu.
"Baiklah," kata Umar menujukan kata-katanya
kepada Abu Bakr. "Kita berangkat ke tempat saudara-saudara kita dari
Anshar itu, supaya dapat kita lihat keadaan mereka."
Sambutan Abu Bakr kepada Anshar
Ketika
di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan dua orang baik-baik dari
kalangan Anshar, yang kemudian menceritakan kepada pihak Muhajirin itu
tentang adanya orang-orang yang sedang mengadakan persepakatan.
"Tuan-tuan mau ke mana?" tanya dua orang itu.
Setelah diketahui bahwa mereka akan menemui
orang-orang Anshar, kedua orang itu berkata: "Tidak ada salahnya
tuan-tuan tidak mendekati mereka. Saudara-saudara Muhajirin,
selesaikanlah persoalan tuan-tuan."
"Tidak, kami akan menemui mereka," kata Umar.
Lalu mereka meneruskan perjalanan sampai di
Serambi Banu Sa'ida. Di tengah-tengah mereka itu ada seorang laki-laki
yang sedang berselubung.
"Siapa ini?" tanya Umar bin'l-Khattab.
"Sa'd b. 'Ubada," jawab mereka.
"Dia sedang sakit."
Setelah pihak Muhajirin duduk, salah
seorang dari Anshar berpidato. Sesudah mengucapkan syukur dan puji
kepada Tuhan ia berkata:
"Kemudian daripada itu. Kami adalah
Ansharullah dan pasukan Islam, dan kalian dari kalangan Muhajirin
sekelompok kecil dari kami yang datang ke mari mewakili golongan
tuan-tuan. Ternyata mereka itu mau menggabungkan kami dan mengambil hak
kami serta mau memaksa kami."
Yang demikian ini memang merupakan jiwa
Anshar sejak masa hidup Nabi. Oleh karena itu, begitu Umar mendengar
kata-kata tersebut ia ingin segera menangkisnya. Tetapi oleh Abu Bakr
ditahan, sebab sikapnya yang keras sangat dikuatirkan.
"Sabarlah, Umar!" katanya. Kemudian ia memulai pembicaraannya, ditujukan kepada Anshar:
"Saudara-saudara! Kami dari pihak Muhajirin
orang yang pertama menerima Islam, keturunan kami baik-baik, keluarga
kami terpandang, kedudukan kami baik pula. Di kalangan Arab kamilah
yang banyak memberikan keturunan, dan kami sangat sayang kepada
Rasulullah. Kami sudah Islam sebelum tuan-tuan dan di dalam Qu'ran juga
kami didahulukan dari tuan-tuan; seperti dalam firman Tuhan:
'Orang-orang yang terdahulu dan mula-mula (masuk Islam), dari Muhajirin
dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dalam melakukan
kebaikan.' (Qur'an, 9:100)
Jadi kami Muhajirin dan tuan-tuan adalah
Anshar, saudara-saudara kami seagama, bersama-sama menghadapi rampasan
perang dan mengeluarkan pajak serta penolong-penolong kami dalam
menghadapi musuh. Apa yang telah tuan-tuan katakan, bahwa segala
kebaikan ada pada tuan-tuan, itu sudah pada tempatnya. Tuan-tuanlah
dari seluruh penghuni bumi ini yang patut dipuji. Dalam hal-ini
orang-orang Arab itu hanya mengenal lingkungan Quraisy ini. Jadi dari
pihak kami para amir dan dari pihak tuan-tuan para wazir."4
Ketika itu salah seorang dari kalangan
Anshar ada yang marah, lalu berkata: "Saya tongkat lagi senjata.5
Saudara-saudara Quraisy, dari kami seorang amir dan dari tuan-tuan juga
seorang amir."
"Dari kami para amir dan dari tuan-tuan
para wazir," kata Abu Bakr. "Saya menyetujui salah seorang dari yang
dua ini untuk kita. Berikanlah ikrar tuan-tuan kepada yang mana saja
yang tuan-tuan sukai."
Lalu ia mengangkat tangan Umar
bin'l-Khattab dan tangan Abu 'Ubaida bin'l-Jarrah, sambil dia duduk di
antara dua orang itu. Lalu timbul suara-suara ribut dan keras. Hal ini
dikuatirkan akan membawa pertentangan. Ketika itu Umar lalu berkata
dengan suaranya yang lantang: "Abu Bakr, bentangkan tanganmu!"
Abu Bakr membentangkan tangan dan dia
diikrarkan seraya kata Umar: "Abu Bakr, bukankah Nabi sudah menyuruhmu,
supaya engkaulah yang memimpin Muslimin bersembahyang? Engkaulah
penggantinya (khalifah). Kami akan mengikrarkan orang yang paling
disukai oleh Rasulullah di antara kita semua ini."
Kata-kata ini ternyata sangat menyentuh
hati Muslimin yang hadir, karena benar-benar telah dapat melukiskan
kehendak Nabi sampai pada hari terakhir orang melihatnya. Dengan
demikian pertentangan di kalangan mereka dapat dihilangkan. Pihak
Muhajirin datang memberikan ikrar, kemudian pihak Anshar juga
memberikan ikrarnya.
Bilamana keesokan harinya Abu Bakr duduk di
atas mimbar, Umar ibn'l-Khattab tampil berbicara sebelum Abu Bakr,
dengan mengatakan - setelah mengucapkan syukur dan puji kepada Tuhan:
Ikrar Umum
"Kepada
saudara-saudara kemarin saya sudah mengucapkan kata-kata yang tidak
terdapat dalam Kitabullah, juga bukan suatu pesan yang diberikan
Rasulullah kepada saya. Tetapi ketika itu saya berpendapat, bahwa
Rasulullah yang akan mengurus soal kita, sebagai orang terakhir yang
tinggal bersama-sama kita. Tetapi Tuhan telah meninggalkan Qu'ran buat
kita, yang juga menjadi penuntun RasulNya. Kalau kita berpegang pada
Kitab itu Tuhan menuntun kita, yang juga telah menuntun Rasulullah.
Sekarang Tuhan telah menyatukan persoalan kita di tangan sahabat
Rasulullah s.a.w. yang terbaik di antara kita dan salah seorang dari
dua orang, ketika keduanya itu berada dalam gua. Maka marilah kita
ikrarkan dia."
Ketika itu orang lalu memberikan ikrarnya kepada Abu Bakr sebagai Ikrar Umum setelah Ikrar Saqifa.
Pidato Khulafa'ur-Rasyidin yang pertama
Selesai
ikrar kemudian Abu Bakr berdiri. Di hadapan mereka itu ia mengucapkan
sebuah pidato yang dapat dipandang sebagai contoh yang sungguh
bijaksana dan sangat menentukan. Setelah mengucap puji syukur kepada
Tuhan Abu Bakr r.a. berkata:
"Kemudian, saudara-saudara. Saya sudah
dijadikan penguasa atas kamu sekalian, dan saya bukanlah orang yang
terbaik di antara kamu. Kalau saya berlaku baik, bantulah saya.
Kebenaran adalah suatu kepercayaan, dan dusta adalah pengkhianatan.
Orang yang lemah di kalangan kamu adalah kuat di mata saya, sesudah
haknya nanti saya berikan kepadanya - insya Allah, dan orang yang kuat,
buat saya adalah lemah sesudah haknya itu nanti saya ambil - insya
Allah. Apabila ada golongan yang meninggalkan perjuangan di jalan
Allah, maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada mereka. Apabila
kejahatan itu sudah meluas pada suatu golongan, maka Allah akan
menyebarkan bencana pada mereka. Taatilah saya selama saya taat kepada
(perintah) Allah dan RasulNya. Tetapi apabila saya melanggar (perintah)
Allah dan Rasul maka gugurlah kesetiaanmu kepada saya. Laksanakanlah
salat kamu, Allah akan merahmati kamu sekalian."
Sementara kaum Muslimin sedang berlainan
pendapat - kemudian kembali sependapat lagi dalam melantik Abu Bakr
dalam Ikrar Saqifa kemudian Ikrar Umum - jenazah Nabi masih tetap
ditempatnya di atas ranjang kematian dikelilingi oleh kerabat-kerabat
dan pihak keluarga.
Di mana Rasul akan dimakamkan?
Selesai
memberikan ikrar kepada Abu Bakr orang segera bergegas lagi hendak
menyelenggarakan pemakaman Rasulullah. Dalam hal di mana akan
dimakamkan, orang masih berbeda pendapat. Kalangan Muhajirin berpendapat
akan dimakamkan di Mekah, tanah tumpah darahnya dan di tengah-tengah
keluarganya. Yang lain berpendapat supaya dimakamkan di Bait'l-Maqdis
(Yerusalem} karena para nabi sebelumnya di sana dimakamkan. Saya tidak
tahu bagaimana orang-orang ini berpendapat demikian, padahal
Bait'l-Maqdis pada waktu itu masih di tangan Rumawi dan sejak kejadian
Mu'ta dan Tabuk, Rumawi dengan pihak Islam sedang dalam permusuhan,
sehingga Rasulullah menyiapkan pasukan Usama untuk mengadakan
pembalasan.
Kaum Muslimin tak dapat menyetujui pendapat
ini, juga mereka tidak setuju Nabi dimakamkan di Mekah. Mereka ini
berpendapat supaya Nabi dimakamkan di Medinah, kota yang telah
memberikan perlindungan dan pertolongan, dan kota yang mula-mula
bernaung di bawah bendera Islam. Mereka berunding, di mana akan
dimakamkan? Satu pihak mengatakan: dimakamkan di mesjid, tempat dia
memberi khotbah dan bimbingan serta memimpin orang sembahyang, dan
menurut pendapat mereka supaya dimakamkan ditempat mimbar atau di
sampingnya. Tetapi pendapat demikian ini kemudian ditolak, mengingat
adanya keterangan berasal dari Aisyah, bahwa ketika Nabi sedang dalam
sakit keras, ia mengenakan kain selubung hitam, yang sedang ditutupkan
di mukanya, kadang dibukakan sambil ia berkata: "Laknat6 Tuhan kepada
suatu golongan yang mempergunakan pekuburan nabi-nabi sebagai mesjid."
Kemudian Abu Bakr tampil memberikan
keputusan kepada orang ramai itu dengan mengatakan: "Saya dengar
Rasulullah s.a.w. berkata Setiap ada nabi meninggal, ia dimakamkan di
tempat dia meninggal."
Lalu diambil keputusan, bahwa pada letak tempat tidur ketika Nabi meninggal itu, di tempat itulah akan digali.
Nabi dimandikan
Selanjutnya
yang bertindak memandikan Nabi ialah keluarganya yang dekat. Yang
pertama sekali Ali b. Abi Talib, lalu 'Abbas b. 'Abd'l-Muttalib serta
kedua puteranya, Fadzl dan Qutham serta Usama b. Zaid. Usama b. Zaid dan
Syuqran, pembantu Nabi, bertindak menuangkan air sedang Ali yang
memandikannya berikut baju yang dipakainya. Mereka tidak mau melepaskan
baju itu dari (badan) Nabi. Dalam pada itu mereka juga mendapatkan
Nabi begitu harum, sehingga Ali berkata: "Demi ibu bapaku! Alangkah
harumnya engkau di waktu hidup dan di waktu mati."
Karena itu juga beberapa Orientalis ada
yang berpendapat, bahwa bau harum itu disebabkan Nabi selama hidupnya
biasa memakai wangi-wangian. Ia menganggap wangi-wangian itu sudah
menjadi barang kesukaannya dalam kehidupan dunia ini.
Selesai dimandikan dengan mengenakan baju
yang dipakainya itu, Nabi dikafani dengan tiga lapis pakaian: dua
Shuhari7 dan satu pakaian jenis burd hibara dengan sekali dilipatkan.
Selesai penyelenggaraan dengan cara demikian, jenazah dibiarkan di
tempatnya. Pintu-pintu kemudian dibuka untuk memberikan kesempatan
kepada kaum Muslimin, yang memasuki tempat itu dari jurusan mesjid,
untuk mengelilingi serta melepaskan pandangan perpisahan dan memberikan
doa selawat kepada Nabi. Kemudian mereka keluar lagi dengan membawa
perasaan duka dan kepahitan yang dalam sekali, yang sangat menekan hati.
Ruangan itu telah menjadi penuh kembali
tatkala kemudian Abu Bakr dan Umar masuk melakukan sembahyang
bersama-sama Muslimin yang lain, tanpa ada yang bertindak selaku imam
dalam sembahyang itu. Setelah orang duduk kembali dan keadaan jadi
sunyi, Abu Bakr berkata:
"Salam kepadamu ya Rasulullah, beserta
rahmat dan berkah Tuhan.8 Kami bersaksi, bahwa Nabi dan Rasulullah
telah menyampaikan risalah Tuhan, telah berjuang di jalan Allah sampai
Tuhan memberikan pertolongan untuk kemenangan agama. Ia telah
menunaikan janjinya, dan menyuruh orang menyembah hanya kepada Allah
tidak bersekutu."
Pada setiap kata yang diucapkan oleh Abu Bakr disambut oleh Muslimin dengan penuh syahdu dan khusyu: Amin! Amin!
Perpisahan dengan jenazah yang suci
Selesai
bagian laki-laki melakukan sembahyang, setelah mereka keluar, masuk
pula kaum wanita, dan setelah mereka, kemudian masuk pula anak-anak.
Semua mereka itu, masing-masing membawa hati yang pedih, perasan duka
dan sedih menekan kalbu, karena mereka harus berpisah dengan Rasulullah,
penutup para nabi.
Detik-detik yang khidmat dalam sejarah
Di
hadapan saya sekarang - setelah lampau seribu tiga ratus tahun yang
lalu - terbentang sebuah lukisan peristiwa khidmat dan syahdu yang
telah memenuhi hati saya, dengan segala kerendahan hati dan hormat.
Tubuh yang terbungkus kini terletak dalam sebuah sudut, dalam ruangan
yang nantinya akan menjadi sebuah makam, dan ruangan yang tadinya
dihuni oleh orang yang mengenal makna hidup, orang yang penuh rahmat,
penuh cahaya. Tubuh yang suci ini, yang telah mengajak dan membimbing
orang ke jalan yang benar, dan yang buat mereka telah menjadi teladan
tertinggi tentang arti kebaikan dan kasih sayang, tentang ketangkasan
dan harga diri, tentang keadilan dan kesadaran dalam menghadapi
kekejaman serta segala tindakan tirani.
Orang yang banyak itu kini lalu dengan
perasaan yang sudah remuk-redam, dengan hati yang sendu, hati yang
tersayat pilu. Setiap pria, setiap wanita, setiap anak-anak - terhadap
laki-laki yang sekarang memilih tempatnya di sisi Tuhan itu -
mengenangkannya sebagai ayah, sebagai kawan setia dan sahabat, sebagai
Nabi dan Rasulullah. Betapakah perasaan yang sekarang sedang rimbun
memenuhi kalbu yang penuh semarak iman itu, kalbu yang penuh prihatin
akan rahasia hari esok setelah Rasui wafat?! Lukisan peristiwa khidmat
inilah yang sekarang terbentang di hadapan saya. Saya lihat diri saya
sedang tercengang menatapnya, dengan sepenuh hati akan keagungan yang
penuh syahdu dan khidmat ini; hampir-hampir saya tak dapat melepaskan
diri.
Keguncangan orang-orang yang lemah iman
Sudah
sepantasnya pula apabila kaum Muslimin jadi kuatir. Sejak diumumkannya
berita kematian Nabi di Medinah dan kemudian tersebar pula sampai
kepada kabilah-kabilah Arab di sekitar kota, pihak Yahudi dan Nasrani
segera memasang mata dan telinga, sifat-sifat munafik mulai timbul, iman
orang-orang Arab yang masih lemah mulai pula guncang. Dalam pada itu
orang-orang Mekah juga sudah siap-siap akan berbalik dari Islam, bahkan
sudah mau bertindak demikian, sehingga 'Attab b. Asid wakil Nabi di
Mekah merasa kuatir dan tidak menampakkan diri kepada mereka. Tepat
sekali Suhail b. 'Amr yang berada di tengah-tengah mereka itu ketika ia
tampil dan berkata - setelah menerangkan kematian Nabi - bahwa Islam
sekarang sudah bertambah kuat, dan siapa yang masih menyangsikan kami,
kami penggal lehernya. Kemudian katanya lagi:
"Penduduk Mekah! Kamu adalah orang yang
terakhir masuk Islam, maka janganlah jadi orang yang pertama murtad!
Demi Allah. Tuhanlah yang akan menyelesaikan soal ini. Seperti kata
Rasulullah s.a.w. - Belum jugakah mereka sadar dari kemurtadan mereka
itu?"
Nabi dikebumikan
Ada
dua cara orang-orang Arab ketika itu dalam menggali kuburan: pertama
cara orang Mekah yang menggali kuburan dengan dasarnya yang rata; kedua
cara orang Medinah yang menggali kuburan dengan dasarnya yang
dilengkungkan. Abu 'Ubaidah bin'l-Jarrah misalnya, ia menggali cara
orang Mekah, sedang Abu Talha Zaid b. Sahl menggali kuburan cara orang
Medinah. Keluarga Nabi juga memperbincangkan cara mana kuburan itu akan
digali. 'Abbas paman Nabi segera mengutus dua orang, masing-masing
supaya memanggil Abu 'Ubaida dan Abu Talha. Yang diutus kepada Abu
'Ubaida kembali tidak bersama dengan yang dipanggil, sedang yang diutus
kepada Talha datang bersama-sama. Maka makam Rasulullah digali menurut
cara Medinah.
Bilamana hari sudah senja, dan setelah kaum
Muslimin selesai menjenguk tubuh yang suci itu serta mengadakan
perpisahan yang terakhir, keluarga Nabi sudah siap pula akan
menguburkannya. Mereka menunggu sampai tengah malam. Kemudian sehelai
syal berwarna merah yang biasa dipakai Nabi dihamparkannya di dalam
kuburan itu. Lalu ia diturunkan dan dikebumikan ke tempatnya yang
terakhir oleh mereka yang telah memandikannya. Di atas itu lalu
dipasang bata mentah kemudian kuburan itu ditimbun dengan tanah.
Dalam hal ini Aisyah berkata: "Kami
mengetahui pemakaman Rasulullah s.a.w. ialah setelah mendengar
suara-suara sekop pada tengah malam itu."
Fatimah juga berkata seperti itu.
Upacara pemakaman itu terjadi pada malam Rabu 14 Rabiulawal, yakni dua hari setelah Rasul berpulang ke rahmatullah.
Aisyah di ruangan sebelah makam
Sesudah
itu Aisyah tinggal menetap di rumahnya dalam ruangan yang berdampingan
dengan ruangan makam Nabi. Ia merasa bahagia di samping tetangga yang
sangat mulia itu.
Setelah Abu Bakr wafat ia dimakamkan di
samping Nabi, demikian juga Umar menyusul dimakamkan di sebelahnya
lagi. Ada disebutkan, bahwa Aisyah berziarah ke ruangan makam itu tidak
mengenakan kudung, sebab sebelum Umar dimakamkan, di sana hanya ayah
dan suaminya. Tetapi setelah juga Umar dimakamkan, setiap ia masuk
selalu berkudung dengan mengenakan pakaian lengkap.
Menyelamatkan pasukan Usama
Begitu
selesai kaum Muslimin menyelenggarakan pemakaman Rasulullah, Abu Bakr
memerintahkan pasukan Usama yang akan menyerbu Syam segera diteruskan
sebagai pelaksanaan apa yang telah diperintahkan oleh Rasulullah. Ada
juga kaum Muslimin yang merasa tidak setuju dengan itu, seperti yang
pernah terjadi ketika Nabi sedang sakit. Umar termasuk orang yang tidak
setuju. Ia berpendapat supaya kaum Muslimin tidak bercerai-berai.
Mereka harus tetap di Medinah, sebab dikuatirkan akan terjadi hal-hal
yang kurang menyenangkan. Tetapi dalam melaksanakan perintah Rasul Abu
Bakr tidak pernah ragu-tagu. Dia pun menolak pendapat orang yang
mengusulkan supaya mengangkat seorang komandan yang lebih tua usianya
dari Usama dan lebih berpengalaman dalam perang.
Dengan demikian pasukan di Jurf itu tetap
disiapkan di bawah pimpinan Usama, dan Abu Bakr pergi melepaskannya.
Ketika itu dimintanya kepada Usama supaya Umar dibebaskan dari tugas
itu. Ia perlu tinggal di Medinah supaya dapat memberi nasehat kepada
Abu Bakr.
Belum selang duapuluh hari setelah tentara
berangkat, pihak Muslimin sudah dapat menyerang Balqa'. Usama telah
dapat mengadakan pembalasan buat kaum Muslimin dan ayahnya yang telah
terbunuh di Mu'ta dulu. Dalam peristiwa yang gemilang itu semboyan
perang yang diucapkan ialah: "Untuk kemenangan, matilah!"9
Dengan demikian baik Abu Bakr mau pun Usama
telah dapat melaksanakan perintah Nabi. Ia kembali dengan pasukannya
itu ke Medinah didahului panji yang oleh Rasulullah dulu diserahkan di
tangannya dengan menunggang kuda yang juga dulu dipakai ayahnya di
Mu'ta sampai tewasnya.
Setelah
Nabi berpulang, Fatimah puterinya minta kepada Abu Bakr tanah
peninggalan Nabi di Fadak dan di Khaibar diberikan kepadanya. Tetapi
Abu Bakr menjawab dengan kata-kata ayahnya: "Kami para nabi tidak
mewariskan.10 Apa yang kami tinggalkan buat sedekah." Kemudian kata Abu
Bakr kepada Fatimah:
"Kalau ayahmu dulu memang sudah
menghibahkan harta ini kepadamu, maka usulmu itu saya terima, dan saya
laksanakan apa yang dimintanya itu." Tetapi Fatimah menjawab bahwa
tentang itu ayahnya tidak berkata apa-apa kepadanya hanya Umm Aiman
yang mengatakan kepadanya bahwa yang demikian itulah yang dimaksudkan.
Dalam hal ini Abu Bakr menekankan supaya Fadak dan Khaibar tetap
dikembalikan ke baitulmal untuk kaum Muslimin.
Warisan rohani terbesar
Demikianlah,
Muhammad pergi melepaskan dunia ini dengan tiada meninggalkan sesuatu
kekayaan dunia yang fana kepada siapa pun. Ia pergi melepaskan dunia
ini seprti ketika ia datang. Sebagai peninggalan ia telah memberikan
agama yang lurus ini kepada umat manusia. Ia telah merintis jalan
kebudayaan Islam yang maha besar, yang telah menaungi dunia sebelumnya,
dan akan menaungi dunia kemudian. Ia telah menanamkan ajaran Tauhid,
menempatkan ajaran Tuhan yang tinggi di atas dan ajaran orang-orang
kafir yang rendah di bawah. Kehidupan paganisma dalam segala bentuk dan
penampilannya telah dikikis habis. Manusia sekarang diajaknya
melakukan perbuatan yang baik dan takwa, bukan perbuatan dosa dan
permusuhan. Kemudian ia meninggalkan Kitabullah buat manusia, sebagai
rahmat dan petunjuk. Ia meninggalkan teladan yang tinggi, contoh nan
indah. Contoh terakhir diberikannya kepada umat manusia, ketika dalam
sakit, ia berkata kepada orang banyak:
"Wahai manusia! Barangsiapa punggungnya
pernah kucambuk, ini punggungku, balaslah! Barangsiapa kehormatannya
pernah kucela, ini kehormatanku, balaslah! Dan barangsiapa hartanya
pernah kuambil, ini hartaku, ambillah! Jangan ada yang takut
permusuhan, itu bukan bawaanku."
Bilamana ada orang yang pernah menuntut
uang tiga dirham kepadanya, kepada orang itu diberikan pula gantinya.
Kemudian ia melepaskan dunia ini dengan meninggalkan warisan rohani
yang agung, yang selalu memancar di semesta dunia ini. Tuhan akan
menyempurnakan ajaranNya, akan menolong agamaNya di atas semua agama,
sekali pun oleh orang-orang kafir tidak diakui.
Semoga Allah memberi rahmat dan kedamaian kepadanya.
Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Catatan kaki
1 Sejenis kain bersulam buatan Yaman.
2 Diucapkan sebagai tanda cinta dan mendoakan. Lihat halaman 326 (A).
3 Saqifa berarti 'serambi beratap' (N) (LA) atau 'ruangan besar beratap' (LA), semacam balairung (A).
4
Umara' jamak amir, harfiah 'yang memerintah,' pemimpin-pemimpin, dapat
diartikan kepala-kepala negara; wuzana' jamak wazir 'yang memberi
dukungan' (N), yakni 'para menteri' (A).
5
Harfiah 'Saya kayu pasak tempat ternak bergerak dan setandan kurma
yang bertopang,' yakni 'saya tempat orang yang mencari pengobatan
dengan pendapatnya, seperti unta mengobati sakit gatalnya dengan
bergaruk-garuk pada kayu pasak.' (N). Perumpamaan Melayu di atas
berarti, saya yang memberi dua pertolongan dalam satu perjalanan.' (A)
6 Dalam teks Hadis digunakan kata 'la'ana' dan 'qatala,' yang menurut (N) dapat diartikan sama (A).
7 Shuhari dan Shuhar nama sebuah desa di Yaman. Juga dikatakan dari kata shuhra, yakni warna merah muda.
8 Assalamu'alaika, ya Rasulullah wa rahmatullahi wa barakatuhu.
9
'Ya manshur, amit!,' Harfiah: 'O yang menang, matilah' Menurut (N).
ini berarti perintah mati sebagai optimisma kemenangan yang akan
dicapai, juga dipakai sebagai sandi untuk saling kenal-mengenal dalam
gelap malam (A).
10 Aslinya dalam bentuk penderita atau obyek = tidak diwarisi (A).
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama