10 Nasihat Ibnul Qayyim – Menggapai kesabaran diri
agar tidak terjerumus dalam perbuatan maksiat
.
Sebagian
besar umat Islam yang telah mendengar tentang nya, nama Ibn al-Qayyim
al Jawziyyah adalah
bentuk tidak dapat dipisahkan yang dari gurunya, abad ke-7/13 Hanbali pembaharu, Ibnu Taimiyyah
bentuk tidak dapat dipisahkan yang dari gurunya, abad ke-7/13 Hanbali pembaharu, Ibnu Taimiyyah
Memang benar, pada kenyataannya, bahwa
Ibnul Qayyim adalah mengartikan prinsip dan penyunting tulisan gurunya,
dan kalau bukan karena dia, bahwa buku tebal hasil kerja mungkin tidak
akan pernah tercapai.
Juga benar bahwa titik pandang Ibnu
Taimiyyah memiliki jangkauan mendalam pada pria muda, yang pada usia dua
puluh satu tahun, ia menjadi mahasiswa dan pendamping. Salah satu
mahasiswa sendiri Ibnul Qayyim nanti akan menulis,
“Di atas segalanya, cintanya kepada Ibnu Taimiyyah begitu besar sehingga ia tidak akan pernah setuju dengan apa-apa katanya. Sebaliknya, ia mendukung dia dalam segala hal dan adalah orang yang mengedit buku-buku dan menyebarkan ajaran-ajarannya“
Dalam fiqih dan teologi, sebagai pria
penulis dari posisi Hambali, dan Ibnu al-Qayyim mengkritik hal yang sama
dan yang syekhnya begitu gigih menentang :
- Inovasi / Pengembangan (bid’ah),
- Yunani dipengaruhi filsafat Islam,
- Sh’ism,
- Doktrin wahdat ul-wujud, atau ‘kesatuan menjadi’ (dikaitkan dengan Ibn Arabi) dan dengan perluasan,
- Bentuk-bentuk ekstrim dari tasawuf yang telah dia dapatkan dari mata uang, terutama di kekuasaan Muslim, Mamluk Mesir dan Suriah.
Namun, dua unsur mengatur karya Ibnu Qayyim yang terpisah dari orang-orang dari syekhnya. Yang pertama adalah nada. Ibnu Taimiyyah menulis ‘dengan mata’, seakan-akan, dan Ibn al-Qayyim ditambahkan bahwa ‘jantung’.
Sebagai penyunting kontemporer karyanya telah menulis,
“Meskipun ia pindah dalam lingkup pengaruh Ibnu Taimiyyah, mengikuti dia di sebagian besar aturan agamanya, ia lebih siap dari gurunya untuk bersikap lembut dan ramah kepada mereka dengan siapa dia berbeda. ‘sebuah contoh yang khas ini dapat ditemukan dalam magnum opus-nya, Madârij as-Salikin (‘ Tahapan Travellers ‘),yang merupakan komentar panjang pada sebuah risalah oleh abad ke-5/11 Hanbali Sufi, Abdullah al-Ansari al Harrawî. Mengambil pengecualian untuk sesuatu Al-Anshari menulis, Ibn al-Qayyim diawali komentarnya dengan, “Tentu saja aku mencintai syekh, tapi aku cinta kebenaran yang lebih.“
Berikut ini sepuluh nasihat Ibnul
Qayyim rahimahullah untuk menggapai kesabaran diri agar tidak
terjerumus dalam perbuatan maksiat :
Pertama,
Hendaknya hamba menyadari betapa buruk, hina dan rendah perbuatan maksiat …..
Dan hendaknya dia memahami bahwa Allah
mengharamkannya serta melarangnya dalam rangka menjaga hamba dari
terjerumus dalam perkara yang keji dan rendah sebagaimana penjagaan
seorang ayah yang sangat sayang kepada anaknya demi menjaga anaknya agar
tidak terkena sesuatu yang membahayakan nya.
Kedua,
Merasa malu kepada Allah …..
Karena sesungguhnya apabila seorang hamba
menyadari pandangan Allah yang selalu mengawasi dirinya dan menyadari
betapa tinggi kedudukan Allah di matanya …..
Dan apabila dia menyadari bahwa
perbuatannya dilihat dan didengar Allah tentu saja dia akan merasa malu
apabila dia melakukan hal-hal yang dapat membuat murka Rabbnya …..
Rasa malu itu akan menyebabkan terbukanya
mata hati yang akan membuat Anda bisa melihat seolah-olah Anda sedang
berada di hadapan Allah.
Ketiga,
Senantiasa menjaga nikmat Allah yang dilimpahkan kepadamu dan mengingat-ingat perbuatan baik-Nya kepadamu …..
Apabila engkau berlimpah nikmat maka jagalah, karena maksiat akan membuat nikmat hilang dan lenyap …..
Barang siapa yang tidak mau bersyukur
dengan nikmat yang diberikan Allah kepadanya maka dia akan disiksa
dengan nikmat itu sendiri.
Keempat,
Merasa takut kepada Allah dan khawatir tertimpa hukuman-Nya …..Kelima,
Mencintai Allah …..Karena seorang kekasih tentu akan menaati sosok yang dikasihinya …..
Sesungguhnya maksiat itu muncul diakibatkan oleh lemahnya rasa cinta.
Keenam,
Menjaga kemuliaan dan kesucian diri serta memelihara kehormatan dan kebaikannya …..Sebab perkara-perkara inilah yang akan bisa membuat dirinya merasa mulia dan rela meninggalkan berbagai perbuatan maksiat.
Ketujuh,
Memiliki kekuatan ilmu tentang betapa
buruknya dampak perbuatan maksiat serta jeleknya akibat yang
ditimbulkannya dan juga bahaya yang timbul sesudahnya yaitu berupa
muramnya wajah, kegelapan hati, sempitnya hati dan gundah gulana yang
menyelimuti diri …..
Karena dosa-dosa itu akan membuat hati menjadi mati.
Kedelapan,
Memupus buaian angan-angan yang tidak
berguna. Dan hendaknya setiap insan menyadari bahwa dia tidak akan
tinggal selamanya di alam dunia …..
Dan mestinya dia sadar kalau dirinya hanyalah sebagaimana tamu yang singgah di sana, dia akan segera berpindah darinya …..
Sehingga tidak ada sesuatu pun yang akan
mendorong dirinya untuk semakin menambah berat tanggungan dosanya,
karena dosa-dosa itu jelas akan membahayakan dirinya dan sama sekali
tidak akan memberikan manfaat apa-apa.
Kesembilan,
Hendaknya menjauhi sikap berlebihan dalam hal makan, minum dan berpakaian …..
Karena sesungguhnya besarnya dorongan
untuk berbuat maksiat hanyalah muncul dari akibat berlebihan dalam
perkara-perkara tadi …..
Dan di antara sebab terbesar yang menimbulkan bahaya bagi diri seorang hamba adalah …..
Waktu senggang dan lapang yang dia miliki …..
Karena jiwa manusia itu tidak akan pernah mau duduk diam tanpa kegiatan …..
Sehingga apabila dia tidak disibukkan
dengan hal-hal yang bermanfaat maka tentulah dia akan disibukkan dengan
hal-hal yang berbahaya baginya.
Kesepuluh,
Sebab terakhir adalah sebab yang merangkum sebab-sebab di atas …..Yaitu kekokohan pohon keimanan yang tertanam kuat di dalam hati …..
Maka kesabaran hamba untuk menahan diri
dari perbuatan maksiat itu sangat tergantung dengan kekuatan imannya.
Setiap kali imannya kokoh maka kesabarannya pun akan kuat …..
Dan apabila imannya melemah maka sabarnya pun melemah …..
Dan barang siapa yang menyangka bahwa dia
akan sanggup meninggalkan berbagai macam penyimpangan dan perbuatan
maksiat tanpa dibekali keimanan yang kokoh maka sungguh dia telah
keliru.
(Diterjemahkan dari artikel berjudul ‘Asyru Nashaa’ih libnil Qayyim li shabri ‘anil ma’shiyah, http://www.ar.islamhouse.com)
Sumber :
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama