Perasaan kagum kepada sesuatu hal adalah sesuatu yang sah-sah saja.
Apalagi, kalau rasa kagum itu menjadi sebuah motivasi untuk lebih
bersemangat lagi dalam mencapai sesuatu hal yang dikaguminya itu.
Seperti halnya kita merasa kagum kepada orang yang shalatnya selalu
tepat waktu, padahal orang itu sangat sibuk sekali dengan pekerjaanya.
Atau kita pun merasa kagum kepada orang-orang besar yang dikenal dalam
catatan sejarah. Ujian, cobaan, dan bencana mereka hadapi seperti
kucuran air hujan atau hembusan angin. Dan, kita juga tahu bahwa
dibarisan paling depan dari mereka adalah pemimpin semua makhluk, Nabi
Muhammad SAW. Dalam perjalanannya menuju Madinah, dia bersembunyi
didalam gua bersama sahabatnya, Abu Bakar ra. Pada saat musuh sudah
mendekati mereka, ia berkata kepada sahabatnya itu,
“Jangan kamu bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS. At-Taubah (9): 40).
Subhanallah…, Allahu Akbar… Kita tahu, bahwa Rasulullah SAW adalah
sosok pemimpin yang paling sempurna, sehingga jarang sekali melakukan
kesalahan. Orang pun menjadi kagum dan percaya kepada beliau. Walau
demikian, tatkala melakukan kekeliruan, Rasul berbesar hati untuk
mengakuinya. Beliau pun tidak segan-segan menuruti nasihat para
sahabatnya bila memang pendapatnya dianggap lebih baik. Dan ini
merupakan salah satu bukti dari sekian banyak kisah Rasulullah SAW yang
membuat kita kagum kepadanya.
Maka, kita pun termotivasi oleh orang-orang yang kita kagumi itu,
sehingga diri kita tergerak untuk mengikuti langkah mereka dan berupaya
untuk lebih baik lagi dari mereka. Tetapi, yang jadi masalah adalah
kalau kekaguman kepada orang atau sesuatu hal itu berlebihan, sehingga
menimbulkan fanatisme buta. Yaitu, sikap fanatik dan melampaui batas
terhadap pendapat atau tokoh tertentu. Fanatisme ini dapat menghalangi
seseorang untuk mengikuti kebenaran. Karena terlalu kagum dengan tokoh,
madzhab, organisasi atau kelompok, sehingga orang itu bisa mengabaikan
Al-Qur’an dan sunah.
Diriwayatkan ada seorang laki-laki yang memperhatikan dengan kagum
Basyar As-Sulaimi yang sedang shalat dengan khusyu’ Ketika Basyar
selesai shalat, ia berkata pada laki-laki tersebut:
“Janganlah kamu kagum dan tertipu melihat ibadah saya. Saya
khawatir, karena sesungguhnya Iblis laknatullah telah menyembah Allah
selama bertahun-tahun kemudian dia durhaka seperti keadannya sekarang.” (Hilyatul Aulia, 6/241/Tarbawi Edisi 28 Th.3 hal.14)
Dan, didalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman mengenai wanita-wanita
yang kagum kepada keelokan paras Nabi Yusuf as. dan menjadi celaka
karena kekagumannya itu, sebagaimana firman-Nya :
“Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka,
diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat
duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk
memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf): “Keluarlah
(nampakkanlah dirimu) kepada mereka”. Maka tatkala wanita-wanita itu
melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)nya, dan mereka melukai
(jari) tangannya dan berkata: “Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia”. (QS. Yusuf (12): 31)
Sebuah fakta mengatakan bahwa, dulu Indonesia sempat kagum (ujub)
dengan kemajuan ekonomi, tapi ternyata membuat orang-orangnya takabur,
hingga terpuruk seperti sekarang ini. Maka, janganlah berlebihan dalam
mengungkapkan perasaan kagum kita kepada sesuatu hal atau kepada diri
kita sendiri sekalipun, sebab, kekaguman pada diri sendiri (ujub) adalah
pangkal kesombongan. Allah SWT berfirman,
“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya dimuka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku.” (QS. Al-A’raf (7): 146)
Ali bin Abi Thalib ra., berkata: “Janganlah sekali-kali engkau
menyaingi Allah dalam keagungan-Nya dan menyerupai-Nya dalam
kesombongan-Nya. Sebab, sesungguhnya Allah menghinakan setiap orang yang
angkuh dan merendahkan setiap orang yang sombong.”
Oleh karena itu, agar dapat menghilangkan sifat sombong dan memiliki
akhlaq tawadhu, maka kita harus sering merenungkan nikmat yang Allah
berikan kepada kita dan juga dengan merenungkan manfaat tawadhu dan
kerugian sombong, mencontoh akhlaq orang-orang sholeh terdahulu yang
tawadhu dan banyak berteman dengan orang-orang yang tawadhu dan juga
tidak lupa bermohon kepada Allah untuk selalu berbuat baik. Sebab,
kebaikan itu sangat mudah dilakukan oleh siapa saja yang oleh Allah
dimudahkan untuk melakukannya. Allah memiliki simpanan kebaikan yang
banyak sekali, yang akan dikaruniakan kepada siapa saja yang Dia
kehendaki. Dan, Allah juga mengalirkan keutamaan, kepada orang-orang
yang baik yang senang melakukan kebaikan.
Sahabat-sahabat sekalian, mudah-mudahan kita termasuk orang yang akan
dikaruniakan kebaikan, sehingga kita menjadi orang yang mudah melakukan
kebaikan. Dan, mudah-mudahan kita juga tidak termasuk orang-orang yang
suka mengeluarkan perasaan kagum yang berlebihan, sehingga kita tidak
tergolong dalam orang yang fanatisme buta yang justru akan menyesatkan
kita semua. Nauzubillahimindzalik
Wallahu A’lam
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama