Suatu saat, Muawiyah bin Abi al-Hakam berkata kepada Rasul saw.,
“Kami melakukan beberapa hal pada masa jahiliyah. Kami mendatangi dukun.” Lantas Rasul saw. bersabda, “Janganlah kamu mendatangi dukun.” Muawiyah berkata lagi, “Dan kami juga melakukan tathayyur.” Beliau bersabda, “Itu hanyalah perasaan di dalam hati seseorang di antara kalian. Maka janganlah hal itu menghalangi-halangi kalian.” (HR. Ahmad)
Itulah salah satu potongan episode sejarah Islam yang sangat penting ketika Islam tengah menawarkan pencerahan keyakinan dan akal kepada umat manusia. Dalam kisah tadi, kita melihat seorang sahabat menanyakan sebagian dari sisi-sisi kegelapan jahiliyah Arab, yakni dunia perdukunan dan tathayyur. Terhadap perdukunan, Nabi saw. melarang mendatangi dukun dan terhadap masalah tathayyur,
Nabi saw. menegaskan bahwa itu hanyalah perasaan-perasaan hati yang
tidak perlu dirisaukan dan jangan sampai menghalangi seseorang untuk
melakukan aktivitasnya.
Dalam Syarh Shahih Muslim (5/22) Imam Nawawi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan definisi dukun (kahin/’arraf) adalah orang yang mengaku-ngaku mengetahui peristiwa yang akan terjadi, rahasia-rahasia gaib, dan keberadaan benda-benda yang hilang atau dicuri.
Maka siapa saja yang kriterianya seperti tadi, apapun lebelnya dan
jabatannya, ia termasuk dukun yang dilaknat agama Islam. Islam telah
memerangi perdukunan karena ia akan menumpulkan akal pikiran
manusia. Jika terjadi sesuatu, selalu dikaitkan dengan sesuatu yang
supranatural, walaupun hanya dengan terkaan-terkaan tanpa ada dasarnya.
Memang unsur yang utama dalam hal ini adalah percaya dan tidak percaya.
Jika kamu ingin masuk perdukunan, hilangkanlah akal sehatmu. Lalu kamu
akan menjadi gila tanpa kamu sadari.
Mendatangi dukun adalah dosa besar
dan menyebabkan shalat tidak diterima selama empat puluh hari. Jika
membenarkannya, maka Islam telah menganggap hal ini sebagai bentuk
kekafiran. Adapun mengenai pelaku perdukunan, banyak ulama telah
menghukuminya dengan kafir dan sebagian ulama lagi menghukuminya dengan
dosa besar saja.
Lalu apakah yang dimaksud dengan tathayyur ? Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah (12/182) dijelaskan bahwa tathayyur adalah
mengangap keberadaan sesuatu yang didengar atau dilihat mengakibatkan
timbulnya mala petaka atau sesuatu yang tidak menyenangkan. Mengenai
asal usul tathayyur, Imam Nawawi kembali menjelaskan bahwa
orang-orang Arab pada zaman jahiliyah ketika ingin melakukan suatu
perjalanan, mereka mendatangi sarang burung, lalu mengagetkannya. Jika
burung terbang ke kanan, berarti itu pertanda baik. Dan jika burung
terbang ke kiri, berarti pertanda buruk. Termasuk sejenis dengan ini
adalah perhitungan hari-hari nahas. Misalnya mempercayai hari-hari
tertentu berdasarkan perhitungan primbon Jawa sebagai hari yang buruk.
Termasuk juga ramalan astrologi dan horoskop.
Semua kepercayaan itu dilarang dalam
agama Islam. Dan jika hati kita merasakan tidak enak karena hal-hal
tersebut, maka sesungguhnya itu hanyalah perasaan saja dan janganlah
menghalangi kita untuk melakukan aktivitas yang harus kita kerjakan.
Itulah dua sisi kegelapan jahiliyah
dari kegelapan-kegelapan yang lain yang telah diperangi Islam sejak
awal. Lantas, bagaimana dengan masyarakat Islam saat ini, terutama
masyarakat Islam Jawa? Sebagaimana yang kita ketahui bersama, masyarakat
Jawa adalah masyarakat yang sangat kental dengan dunia klenik.
Kepercayaan-kepercayaan terhadap hal-hal seperti itu telah mendarah
daging dalam diri masyarakat Jawa. Menurut data-data yang valid, Islam
datang di bumi Nusantara sudah mulai abad VII Masehi. Namun, sampai saat
ini, masih saja kita saksikan maraknya perdukunan dan
kepercayaan-kepercayaan yang berbau tathayyur. Sehingga
pantaslah beberapa ahli menyimpulkan bahwa agama apa saja boleh masuk
ke Jawa, tetapi keyakinan Jawa harus tetap ada. Kita banyak menemukan
praktik-praktik keagamaan yang mencampurkan antara Islam dan Jawa atau
yang sering diistilahkan dengan sinkretisme. Dan seringkali jika
diberitahu tentang ajaran Islam yang murni, mereka mengatakan itu
berlaku di dunia Arab. Adapun Jawa punya keyakinan dan tradisi yang
tersendiri. La haula wa la quwwa illa billah!
Wahai pembaca, janganlah kita menganggap
masalah ini sebagai masalah yang sepele. Nabi saw. diutus di
tengah-tengah masyarakat yang sangat kental dengan dunia klenik. Tetapi,
kemudian Nabi saw. membimbing mereka ke jalan yang benar. Beliau
memberikan pencerahan akal dan pikiran mereka. Beliau mengarahkan agar
mereka mendayagunakan akal mereka dengan sebaik-baiknya. Adapun
urusan-urusan gaib, cukup kita ketahui melalui wahyu dan itu lebih
terjamin kebenarannya. Apakah kita menginginkan masyarakat Islam tetap
berlakang? Allah swt. berfirman,
“Dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya.” (al-Isra: 36)
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama