Sungguh, Allah subhanahu wa ta’ala telah
mewajibkan puasa ramadhan atas setiap muslim yang baligh, Salaamun’alaikum bima shobartum (keselamatan
atas kalian karena kesabaran kalian).
Oleh karena itu kita berpuasa
berharap ganjaran yang terbesar dengan melaksanakan kewajiban puasa
sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam dan menjauhi hal-hal yang dapat membatalkan puasa.
Puasa dapat batal dengan hilangnya salah satu dari syarat-syarat
puasa(suci dari haidh dan nifas, berniat), atau rusaknya salah satu dari
rukun-rukunnya. Pada dasarnya ada 3 hal yang membatalkan puasa : berakal,
sehat badan, dan bermukim. Dan puasa yang di luar ramadhan hukumnya
sunnah, sehingga dirinya dijanjikan oleh Allah kebahagiaan di akhirat
kelak, dan dapat memasuki pintu khusus yang bernama ar-Rayyan. Dengan
puasa pula seorang mukmin dilatih untuk melawan hawa nafsu, dan mematuhi
aturan-aturan syari’at. Belajar untuk bersabar dengan itu semua, dan
bila ia termasuk orang-orang yang sabar di akhirat kelak malaikat akan
memberinya salam:
“Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah
ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benag
putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah shiyam itu
sampai malam.” (al-Baqarah: 187)
Yang membatalkan puasa:
1. Makan dan minum dengan sengaja
Makan dan minum yang dimaskud adalah memasukkan sesuatu ke dalam
lambung melalui mulut. Mencakup makanan yang bermanfaat, tidak
bermanfaat, dan tidak ppula merugikan. Namun bila dirinya makan dan
minum tanpa sengaja maka puasanya tidak batal dan ia harus meneruskan
puasanya ketika dia ingat. Tapi yang repot, kalau makan sambel terus
tiba-tiba inget. Waduh kepedesan dah itu.
Dan bagi yang batal puasanya karena makan dan minum dengan sengaja, maka wajib baginya untuk mengqodhonya tanpa ada kafarat.
2. al-Jima’ (bersetubuh)
Yaitu memasukkan dzakar (kemaluan pria) ke dalam farji
(kemaluan wanita), dengan sengaja, tanpa paksaan, bukan karena lupa
-walau kecil kemungkinan orang yang puasa lupa kalau dia berpuasa
sehingga dirinya jima’- terserah apakah dalam hubungan itu mengeluarkan
mani atau tidak. Bagi yang melakukannya maka puasanya batal, ia harus
mengqodhonya (pendapat mayoritas ulama) dan membayar kafaratnya.
3. Sengaja melakukan onani
Yakni mengeluarkan mani dengan tanpa jima’. Baik dengan tangan,
bercumbu, atau sejenisnya dengan tujuan mengeluarkannya dengan syahwat.
Dan ini dilakukan dengan unsur kesengajaan, sehingga mimpi basah tidak
masuk kategori ini. Dalilnya adalah, hadits qudsi, “Ia meninggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya karena Aku.” (HR. Muslim)
sedangkan onani termasuk syahwat. sebagaimana hadits:
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘amhu, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “dan dalam persetubuhan salah seorang di antara kalian terdapat sedekah.” Mereka bertanya, “wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya lalu mendapat pahala?”, dijawab, “Bagaimana pendapat kalian jika ia meletakkannya dalam keharaman?” (HR. Muslim)
Yang dimaksud dengan syahwat di sini adalah mani. Adapun bila ia
melihat wanita dan tiba-tiba keluar (tidak sengaja) maka tidak batal.
Dan bagi yang batal wajib baginya untuk mengqodho tanpa membayar
kafarat.
4. Muntah dengan sengaja
Jika tersedak dan keluar dengan sendirinya tidak batal. Namun bila dipaksakan maka batal, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam, “Barangsiapa terdesak muntah, maka tidak ada qodho
baghinya, dan barangsiapa sengaja muntah, maka hendaklah ia mengqodho.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad. Hadits shahih)
5. Haid dan nifas
Walau keluarnya di akhir hari maka puasanya batal dan wajib
mengqohonya. Jika wanita haidh dan nifas tidak berpuasa, ia harus
mengqodho’ puasanya di hari lainnya. Berdasarkan perkataan ‘Aisyah, “Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat.” (HR. Muslim)
6. Berniat membatalkan puasa
Jika ia berniat dan bertekad kuat untuk membatalkan puasa maka
batallah puasanya. Karen niat itu syarat sah puasa. Batal karena hal ini
tetap berlaku walau dia tidak makan dan minum.
7. Keluar dari Islam
Tidak ada perselisihan di antara ulama akan hal ini. Dan orang yang
murtad harus mengqodho puasanya ketika ia masuk Islam kemabali.
Itu dia pembatal-pembatal puasa, walau ada sebagian dari ini yang
masih ada perselisihan. Kemudian mengenai hal yang tidak membatalkan
puasa. Namun terdapat khilaf (perselisihan) yang sangat kuat
dalam beberapa hal terutama pada hal-hal yang sifatnya kontemporer,
yakni tidak ada di zaman dahulu. Maka dari itu boleh jadi ada orang yang
berbeda pendapat maka tidaklah menjadi masalah. NAMUN YANG SAYA TULIS ADALAH PENDAPAT YANG SAYA PILIH.
1. Bangun pagi dalam keadaan junub
Hal ini tidak mengapa, puasanya sah dan tidak qodho
baginya. Begitu pula apabila ia mimpi basah di siang bolong. Dalilnya,
dari ‘Aisyah dan Ummu Salamah, “sesungguhnya Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam mendapati fajar dalam keadaan junub karena bersetubuh
dengan istrinya, kemudian beliau mandi dan berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Mencium istri dan bercumbu dengannya, jika aman dari keluarnya mani
Sebagaimana yang dikisahkan oleh Aisyah, “Nabi shallallahu
‘alayhi wa sallam mencium dan bercumbu denganku padahal beliau sedang
berpuasa, dan beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya
dibandingkan kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun apabila ia melakukannya sedang ia tahu, bila melakukannya maninya akan keluar maka tidak boleh.
3. Mandi dan mengguyur kepala untuk kesegaran
Dalilnya seperti pada nomor satu.
4. Berkumur-kumur dan measukkan air ke hidung asal tidak berlebihan
Dalilnya, Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “dan bersungguh-sungguhlah dalam istinsyaq, kecuali kalian berpuasa.”
Basah yang tersisa di mulut tidaklah merusak puasanya, walau air itu
tertelan bersama ludah, karena sulit untuk menghindari hal ini. Dan
apabila air masuk tanpa disengaja dan tidak berlebih-lebihan maka tidak
mengapa.
5. Mencicipi makanan asal tidak masuk kerongkongan
Hal ini tidak mengapa asal tidak masuk kerongkongan. Termasuk
kategori ini adalah mengunyah makanan, semisal untuk anak, agar
makanannya lembut. Namun bila tidak perlu hendaklah tidak melakukannya.
6. Injeksi, celak mata, obat tetes mata, mencium parfum, tetes telinga
Tidak membatalkan puasa. Karena injeksi tidak disebut sebagai makan
dan minum, juga tidak menggantikan makan dan minum. Bahkan injeksi tidak
samapai pada rongga badan (perut), ia hanya beredar di dalam darah.
Pada asalnya puasa itu sah sampai ada dalil yang membatalkannya.
Celak mata, parfum adalah perkara yang sudah tidak asing lagi di masyarakat. Dan pada Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam-pun
hal ini sudah lumrah. Hal ini sama hal-nya dengan minyak rambut, dan
yang sejenisnya. Bila perkara-perkara ini membatalkan puasa tentu sudah
dijelaskan sebagaimana adanya penjelasan tentang pembatal puasa. Boleh
jadi parfum, celak, masuk ke dalam hidung dan mempengaruhi tubuh dan
membuat bertenaga. -alasan mengapa makan dan minum diharamkan, wallahua’lam, adalah
karena pelakunya merasakan kelezatan, membuat bertenaga, dan memasukkan
sesuatu ke dalam tubuh manusia- Namun beliau tidak pernah melarang para
shahabat menggunakan yang demikian itu.
7. Infus
Hal ini terdapat perselisihan seperti perkara di atas. Namun
sebaiknya seseorang yang diinfus untuk berbuka puasa (tidak berpuasa)
karena bila dia di infus tentulah ia sakit. Dan sakit mendapat
keringanan untuk berbuka. Apalagi sampai di infus berarti sakitnya sudah
parah. Dan bila sakitnya parah maka anjurannya adalah untuk tidak
berpuasa karena membahayakan jiwa.
Akan tetapi bila menganggap: tidak ada dalil yang menegaskan bahwa di
antara pembatal puasa adalah segala sesuatu yang masuk sampai ke badan
atau ke perut
Maka puasanya tidak batal. wallahua’lam
8. Bersiwak
Tentu hal ini tidak membatalkan puasa. Namun hendaklah siwak itu
dilakukan sebelum matahari tergelincir. Karena dengan bersiwak maka
mulutnya akan menjadi harum. Sedangkan orang yang berpuasa itu di sisi
Allah lebih harum daripada aroma kasturi. Tapi tidak mengapa bila ingin
melakukannya di siang hari dan puasanya tidak batal.
Bagaimana dengan odol? tidak mengapa menggunakannya bila tidak khawatir jatuh ke dalam kerongkongan (tertelan).
9. Menelan dahak
Tidak mengapa karena dahak itu dari dalam tubuh dan bukan dari luar tubuh, meskipun dahak itu sudah ada di mulut.
10. Oksigen
Tentu saja ini sudah jelas, tidak membatalkan puasa. Tidak ada yang
beranggapan oksigen sebagai makan dan minum dan tidak pula ada dalilnya.
Oksigen hanya berfungsi sebagai pendukung pernafasan saja.
Bagaimana dengan rokok?
Rokok termasuk benda yang haram untuk dikonsumsi.
Tentang hukum haramnya, tidak diragukan lagi. Orang yang merokok ketika
berpuasa maka puasanya batal. Sebabnya, karena asap rokok mengandung banyak kumpulan zat yang masuk sampai ke perut dan lambung.
Syekh Muhammad bin Utsaimin ditanya tentang hukum mencium minyak
wangi. Beliau menjawab, “Diperbolehkan menggunakan minyak wangi di siang
hari bulan Ramadan dan boleh menciumnya, kecuali dupa. Tidak boleh
menghirup bau dupa, karena asap dupa memiliki banyak zat yang bisa masuk
ke lambung, dan dupa merupakan asap.” (Fatawa Islamiyah, 2:128)
Asap rokok semisal dengan dupa; keduanya mengandung banyak zat. Hanya
saja, keduanya berbeda hukumnya. Dupa hukumnya halal dan baik,
sedangkan rokok hukumnya haram dan buruk.
Para ulama mengistilahkan merokok dengan “syurbud dukhan” (minum asap). Mereka menyebutnya dengan “syurbun” (minum). Tidak
diragukan lagi bahwa asap rokok sampai ke lambung dan ke perut,
sementara semua yang dimasukkan dan sampai ke perut dengan sengaja maka
membatalkan puasa, baik benda itu bermanfaat maupun
membahayakan. Sebagaimana ketika ada orang yang menelan biji tasbih atau
potongan besi dengan sengaja, puasanya batal. Tidak disyaratkan harus
makan dan minum yang membatalkan puasa harus mengenyangkan atau memberi
manfaat kesehatan. Setiap yang dimasukkan ke perut dengan sengaja maka
bisa dinamakan makan atau minum. (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, Fatawa Shiyam, no. 203 dan 204)
Disadur dari Fatwa Islam (http://www.islamqa.com) oleh Muhammad bin Shaleh Al-Munajid.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
Artikel http://www.KonsultasiSyariah.com
11. Bekam dan donor darah
Tidak membatalkan puasa selama tidak membuat badan lemah yang
mendorongnya untuk berbuka. Dalilnya, Anas ibn Malik pernah ditanya, “Apakah dahulu kalian tidak menyukai bekam bagi orang yang sedang berpuasa pada masa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam?” Anas menjawab, “tidak, kecuali bila dikhawatirkan tubuh menjadi lemah.”
(HR. Bukhari)
Donor darah disamakan dengan bekam.
Sekali lagi perkara-perakara seperti tetes mata, celak, donor darah, infus, tetes telinga, atau yang sifatnya memasukkan sesuatu ke tubuh manusia terdapat perselisihan di antara para ulama.
Wallahua’lam bish shawab
Sumber penulisan:
1. Shahih Fiqh Sunnah
2. konsultasisyariah.com
3. rumaysho.com
4. ibnuabbaskendari.wordpress.com
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama