Jika
kita melihat atau mendapat kabar bahwa salah seorang dari saudara kita
berbuat yang tidak mengenakkan, maka carikanlah alasan untuknya selama
masih ada sedikit alasan untuk membelanya. Mungkin saja dia memiliki
banyak alasan yang tidak kita ketahui sehingga dia berbuat yang tidak
mengenakkan.
Jika kita mampu membela keluarga kita atau sahabat dekat kita jika ada
masalah, maka kita pasti mampu… membela saudara2 kita yang lain yang
seagama, seaqidah dan semanhaj.
Inilah manhaj Husnuzhan…
Dari Humaid ath Thawil, dari Abu Qilabah diriwayatkan bahwa ia berkata,
ِذّا بَلَغَكَ عَنْ أَخِيْكَ شَيْءٌ تَكْرَهُهُ فَالْتَمِسْ لَهُ
الْعُذْرَ جهْدَكَ، فَإِنْ لَمْ تَجِدْ لَهُ عُذْرًا فَقُلْ فِيْ نَفْسِكَ:
لَعَلَّ لأَخِيْ عُذْرًا لاَ أَعْلَمُهُ
“Apabila ada kabar yg tidak mengenakkan dari saudaramu sesama muslim,
carilah hal yg dapat memaafkannya sebisa kamu, kalau kau tidak dapati
alasan yang tepat, katakan kepada dirimu sendiri, ‘Mungkin saudaraku ini
memiliki alasan (udzur) yg tidak aku ketahui.” (Shifatush Shafwah,
1/754. Di nukil dari kitab Aina nahnu min akhlaqis salaf).
Ibnu Mazin berkata:
الْمُؤْمِنُ يَطْلُبُ ْمَعَاذِيْرَ إِخْوَانِهِ وَالْمُنَافِقُ يَطْلُبُ الْعَثَرَاتِ
“Seorang mukmin mencari udzur bagi saudara-saudaranya, sedangkan orang munafik mencari-cari kesalahan saudara-saudaranya.”
Hamdun Al-Qashshar berkata:
إِذَا زَلَّ أَخٌ مِنْ أِخْوَانِكَ فَاطْلُبْ تِسْعِيْنَ عُذْرًا، فَإِنْ لَمْ يَقْبَلْ ذّلِكَ فَأَنْتَ الْمَعِيْبُ
“Jika salah seorang dari saudaramu melakukan kesalahan, maka carilah
sembilan puluh udzur untuknya, dan jika saudaramu itu tidak bisa
menerima (mendapatkan) satu udzur pun (jika engkau tidak menemukan udzur
baginya) maka engkaulah yang tercela.”
(Adabul ‘Isyrah, hal 19).
Mencari udzur untuk sesama saudara adalah termasuk jalannya para Salafush shalih.
Ditanyakan kepada Junaid:
“Kenapa para sahabatmu makannya banyak?”
Dia menjawab:
“Karena mereka tidak minum khamr, sehingga mereka lebih lapar.”
Lalu ia ditanya lagi:
“Kenapa syahwat mereka besar?”
Dia menjawab:
“Karena mereka tidak berzina dan tidak melakukan hal yang dilarang.”
Lalu ia ditanya lagi:
“Kenapa mereka tidak bergoyang (bergerak-gerak karena semangat) tatkala mendengarkan al-Qur-an?”
Dia menjawab:
“Karena al-Qur-an adalah firman Allah, tidak ada sesuatu pun dalam
al-Qur-an yang menyebabkan untuk bergoyang. Al-Qur-an turun dengan
perintah dan larangan, dengan janji (kabar gembira) dan ancaman, maka
Al-Qur-an adalah menyedihkan.”
Begitulah seterusnya, Junaid terus mencari udzur terhadap para sahabatnya.
(Adabul ‘Isyrah, hal 36).
Sebagian contoh:
1. Jika kita mencium bau rokok di tubuh salah seorang sahabat kita
(selama kita tidak tahu apakah dia perokok), maka husnuzhan-lah!
Barangkali dia habis bergaul dengan perokok atau masuk ke ruangan yang
penuh asap rokok sehingga bau rokoknya menempel di tubuhnya. Bukannya
kita malah su’uzhan dengannya dan langsung mengklaim bahwa dia adalah
perokok!
2. Jika kita melihat ada banyak akun wanita di fesbuk salah seorang
sahabat kita (selama kita tidak tahu alasan dia bersahabat dengan wanita
di fesbuk), maka husnuzhan-lah!
Barangkali wanita2 tersebut adalah saudara2nya, atau dia bermaksud untuk
mendakwahinya, atau minimal wanita2 itu bisa mengambil manfaat darinya
dengan membaca status atau catatannya tanpa harus didakwahi, atau dia
seorang pedagang/bisnisman agar bisa menawarkan dagangannya ke siapa
saja baik laki2 atau wanita, atau dia sampai saat ini belum mendapatkan
fatwa khusus dari ulama besar yang melarang bermuamalah dengan wanita di
fesbuk.
Bukannya kita malah su’uzhan dengannya dan langsung merendahkannya dari
diri kita, sehingga muncul ujub dan sombong terhadap diri kita karena
merasa sudah lebih baik darinya. Tanpa disadari sesungguhnya dosa
ujubnya bisa lebih besar dari dosa orang yang direndahkannya.
3. Jika kita melihat seseorang dari saudara kita beramal dengan
amalan yang kita tidak mengetahui dalilnya atau amalan yang berbeda
dengan amalan kita, maka jangan langsung su’uzhan terhadapnya sampai
kita bertanya langsung kepadanya, apa alasan dia melakukan amalan
tersebut? Siapa tahu dia bisa memberikan alasan atau dalil yang benar
yang belum kita ketahui. Kecuali jika amalan tersebut sudah diakui oleh
ijma’ ulama sebagai amalan yang sesat atau salah.
Wallahu a’lam.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama