
Diantara etika yang ana ingat kala
itu adalah:
- Ketika makan tidak boleh berbicara, kecuali terpaksa.
- Jangan menimbulkan suara berisik ketika makan, baik suara sendok atau piring.
- Posisi sendok di tangan kanan, dan garpu di tangan kiri.
- Jika selesai makan, maka taruh sendok diatas piring dengan posisi terbalik.
- Duduk yang sopan dan posisi tangan diatas meja makan (kayak anak TK…hehehe).
- Jika duduk dibawah, maka duduklah dengan posisi sila, jangan mengangkat kaki (seperti duduk di Warteg).
- Jangan mengambil makanan terlalu banyak (karena memalukan dan terlihat rakus).
- Makanan jangan dihabiskan semua sampai bersih, sisakan sedikit.
- Jika makanan terjatuh, jangan diambil, biarkan saja.
- Jangan menjilati jari, tidak sopan.
- dll.
Setelah ana mempersiapkan semuanya tentang etika makan, maka
sampailah pada acara tersebut. Ana sangat tegang dan gugup pada jamuan
itu. Acara itu dihadiri oleh banyak orang2 penting dan ulama. Timbul
taqlid ana untuk mengikuti mereka, karena mereka adalah orang2 yang
ditauladani oleh kami. Kesempatan ini akan ana manfaatkan dengan baik
yaitu dengan memperhatikan segala sikap dan tingkah laku mereka. Dan ana
juga harus mempraktekkan ilmu yang telah ana dapati dan pelajari
mengenai etika ketika makan.
Semoga apa yang ana terapkan nanti ketika
makan, tidak memalukan bagi ana yang terlihat kuper atau ‘ndeso’
istilahnya sekarang.
Makan siang pun dimulai…
Namun apa yang ana lihat?
Apa yang terjadi pada acara makan siang itu?
Bagaimana cara makan mereka (yaitu para Masyaikh)?
Suatu pemandangan yang sangat mengejutkan bagi ana…
Seperti inikah seorang yang berilmu menyantap makan siang?
Semuanya berbeda dengan pandangan ana sebelumnya…
Semuanya berbeda dengan etika makan yang ana ketahui dan pelajari selama ini…
Seperti inilah pemandangan yang ana lihat:
- Mereka makan dilantai semuanya, tidak ada yang diatas meja makan atau tempat duduk, semuanya sama padahal diantara mereka ada orang2 terhormat dan berpangkat.
- Gaya duduk mereka bermacam2, ada yang sila, ada yang kaki satunya diangkat dan kemudian kaki yang satunya lagi diduduki (seperti duduk ala Warteg), ada yang kakinya di duduki dua2nya.
- Mereka makan memakai nampan atau alas makan, sedangkan 1 nampan diisi sekitar 4 atau 5 orang.
- Ketika memulai makan, mereka cukup mengucapkan ‘Bismillah’. Tidak ada yang mengangkat tangan ketika berdoa, atau memimpin doa secara jama’i, atau membaca doa ‘Allahumma bariklana …dst’
- Mereka makan sambil mengobrol, bahkan tertawa, sehingga suasana saat itu berisik dan ramai.
- Mereka makan tanpa memakai sendok dan garpu, langsung dengan jari2nya sendiri.
- Sekali2 mereka menjilati jari2nya, begitu juga setelah selesai makan.
- Makanan yang terjatuh, mereka pungut kemudian mereka makan kembali.
- Tidak ada dari mereka yang makan dan minum dengan tangan kiri. Bahkan mereka tidak segan2 menegur orang yang ketahuan makan dan minum dengan tangan kiri.
Ana bertanya dalam hati, sebenarnya siapakah yang tidak beretika, ana atau mereka?
Kalau mereka yang tidak beretika, bagaimana mungkin? padahal mereka adalah orang2 yang berilmu dan ditauladani.
Kalau ana yang tidak beretika, hm….
Bukankah ana masih baru mengenal tentang Sunnah? dan baru belajar tentang Sunnah?
Untuk mencari jawabannya, maka ana harus mempelajari etika makan sesuai
Sunnah. Jika ana dapati bahwa apa yang mereka lakukan adalah menyelisihi
Sunnah, maka merekalah yang tidak beretika. Namun sebaliknya, jika ana
yang menyelisihi dan tidak sesuai Sunnah, maka ana yang keliru selama
ini.
Dan Alhamdulillah, sekarang ana telah mengetahui adab2/etika ketika
makan dengan banyak2 belajar mengenai Sunnah. Rupanya, apa yang mereka
lakukan ketika itu tidak menyelisihi Sunnah, bahkan sesuai dengan
Sunnah. Sedangkan pemahaman ana saat itulah yang menyelisihi Sunnah,
terpengaruh ajaran2 tradisi dan budaya2 barat.
Wallahu a’lam.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama