Syaikh Muhammad bin ‘Abdul ‘Aziz al-Khudair, dalam ceramah beliau yang berjudul Manhajud Da’wah fi Ausathil Muslimina alladzina yumarisunal Bida’ mengisahkan :
“Sekarang saya akan menceritakan kisah lain kepada kalian yang pernah
terjadi bersama Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz. Ini adalah kisah yang
sungguh mengagumkan. Ketika Universitas Islam di Madinah baru saja
dibuka oleh Syaikh bin Baz rahimahullahu, tentunya beliau membutuhkan
banyak ulama dari penjuru dunia Islam. Sedangkan metode Syaikh bin Baz
adalah beliau melakukan pendekatan kepada seluruh kelompok tanpa
membedakannya. Siapa saja yang masuk ke rumah syaikh, bermulazamah
kepada beliau, pasti tahu bahwa inilah manhaj Syaikh Abdul Aziz bin Baz.
Namun beliau tidak pernah berkata suatu yang batil atau bahkan mengajak
kepada kebatilan. Beliau juga tidak pernah mengingkari pelaku kebatilan
dengan cara keras. Sebaliknya, beliau bersikap ramah, bergurau,
mengunjungi mereka, tersenyum, memberikan hadiah dan memberikan bantuan
kepada mereka atas setiap hal yang mendatangkan manfaat bagi Islam dan
kaum muslimin.
Inilah metode dan manhaj Syaikh bin Baz. Barangsiapa mengatakan selain
ini maka ia telah berdusta. Beliau selalu menasehati, mengajak kepada
yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar. Tetapi dengan penuh
kelembutan, kesantunan, hikmah, bijaksana dan murah senyum.
Diantara para masyaikh yang didatangkan untuk mengajar di Universitas
Islam Madinah adalah masyaikh ahli qiro’ah dari Mesir, diantara mereka
adalah Syaikh Abdul Fattah al-Qadhi. Beliau termasuk salah seorang ulama
yang mengoreksi mushaf terbitan Mujamma’ al-Malik Fahd.
Syaikh Abdul Fattah ini termasuk ulama yang tidak ada tandingannya di
zaman ini dalam ilmu qiro’ah dan ulumul Qur’an. Beliau adalah ulama yang
pengetahuannya tentang ilmu Qur’an bagaikan samudera.
Sebelum berangkat ke Madinah, orang-orang Mesir sudah memperingatkan
beliau bahwa dia akan mendatangi kaum (Wahhabi) yang bersifat begini dan
begitu. Berhati-hatilah dalam berbicara dengan mereka, karena jika
tidak mereka tidak akan memaafkanmu.
Akhirnya Syaikh pun berangkat ke Madinah. Di Madinah, beliau sangat
waspada dan berhati-hati, hanya saja beliau orang yang tempramental,
walau pandai berdebat, tetapi jika beliau murka, akan keluar dari mulut
beliau perkataan yang tidak layak. Semoga Alloh merahmati beliau.
Singkat cerita, beliaupun diberi jadwal mengajar di Jami’ah dan mulai
mengajar. Pada suatu waktu di tengah mengajar, secara tidak sadar
beliau mengucapkan “wan-nabi” (demi Nabi). Orang-orang Mesir memang
memiliki kebiasaan bersumpah dengan nama Nabi Shallallahu’alaihi wa
Sallam. Tiba-tiba seorang mahasiswa berdiri dan berkata : “Ya Syaikh!
Anda telah bersumpah dengan nama Nabi, padahal beliau bersabda : “Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Alloh maka ia telah kafir atau musyrik” Diriwayatkan Tirmidzi.”
Syaikh tiba-tiba langsung berubah seperti orang gila, marah-marah dan
berkata, “Saya kafir?! Saya Musyrik?! Saya yang mengajarkan al-Qur’an
kepada kalian dan kalian mengatakan saya kafir atau musyrik?!!”
Emosi beliaupun mulai naik dan berbicara kasar memaki-maki mahasiswa
tersebut. Beliau mengatakan mahasiswa tersebut dengan ucapan buruk,
dikatakan bodoh lah, tidak punya adab, tidak punya sopan santun, dan
lain sebagainya.
Padahal mahasiswa tadi hanya menyampaikan sabda Rasulullah, “Barangsiapa bersumpah dengan selain nama Alloh maka dia telah kafir atau musyrik”.
Akhirnya terjadi keributan keras di kelas antara mahasiswa dan Syaikh,
sehingga kelas menjadi ricuh dan gaduh. Dengan kemarahan yang masih
meluap-luap, syaikh langsung keluar dari kelas sembari berteriak-teriak,
“Kamu mengkafirkan saya?! Padahal saya adalah syaikh para ahli qiro’ah
di Mesir! Apakah pada usia ini saya sudah menjadi kafir?! Setelah
beruban seperti ini menjadi musyrik?!…” Beliau terus mencerca
macam-macam…
Syaikh Abdul Aziz al-Qori’, ketua panitia pengawasan penerbita mushaf
bertemu beliau dijalan, dan bertanya kepadanya, “ada apa ya syaikh? ada
apa?”
Syaikh Abdul Fattah menjawab, “Anda tidak tahu apa yang dikatakan
mahasiswa itu? Mereka mengatakan saya telah kafir! Mengatakan saya
begini dan begitu!”
Syaikh Abdul Aziz berkata, “Sudahlah ya syaikh, mereka itu hanya
mahasiswa, masih anak-anak. Mereka tidak bermaksud mengkafirkan anda,
mereka cuma ingin menasehati anda. Mungkin hanya salah ucap saja”
Syaikh Abdul Aziz yang menceritakan kisah ini kepada saya (Syaikh
Muhammad Duwaisy) mengatakan bahwa beliau berupaya menenangkannya, dan
akhirnya beliau mengajaknya untuk naik ke mobil beliau dan mengajak ke
rumahnya.
Yang jelas, hari itu adalah hari terburuk bagi Syaikh Abdul Fattah.
Beliaupun memutuskan untuk mengakhiri kontraknya mengajar di Jami’ah dan
mempacking barang-barangnya untuk segera pulang ke Mesir, karena beliau
mendengar bahwa kaum ini (Wahhabi) tidak akan memaafkan jika ada
seseorang berbuat salah, mereka akan menghukumnya dengan hukum yang
sangat keras.
Semenjak pagi Syaikh bin Baz sudah mendengar kejadian tersebut.
Beliaupun menelpon Syaikh Abdul Aziz al-Qori untuk menjemput Syaikh
Abdul Fattah dan membawa beliau ke kantornya.
Keesokan harinya, Syaikh Abdul Aziz dan Syaikh Abdul Fattah mendatangi
kantor Syaikh bin Baz. Syaikh Abdul Fattah mengira bahwa dirinya akan
diberhentikan dan dipecat. Beliau membayangkan bahwa Syaikh bin Baz akan
mengatakan, “wahai Abdul Fattah,sesungguhnya kamu melakukan kesalahan
yang besar, karena itu tidak ada tempat di sini bagi orang yang
bersumpah dengan selain nama Alloh dan mengajarkan hal itu kepada anak
didik kami di Universitas.”
Coba anda bayangkan apa yang dilakukan Syaikh bin Baz?!
Ketika Syaikh Abdul Fattah tiba, Syaikh bin Baz langsung bangkit menuju
pintu, padahal beliau orang yang buta, dalam rangka menyambut dan
menyalami Syaikh Abdul Fattah, beliau berkata : “Bagaimana kabar anda ya
Syaikh Abdul Fattah? Bagaimana keadaan Anda? Bagaimana di Jami’ah,
senangkah Anda tinggal di sini? tinggal di Madinah?…”
Kemudian Syaikh bin Baz mempersilakan Syaikh Abdul Fattah duduk di
samping beliau, lalu berkata kepadanya : “Ya Syaikh, anda kan tinggal
sendirian di Madinah, bagaimana jika kami menikahkan Anda di sini agar
Anda merasa nyaman dan ada yang melayani Anda?”
Syaikh Abdul Fattah terheran-heran, sebab tadi malam beliau mengira
bahwa hari ini adalah hari terakhirnya di kota Nabi Madinah. Namun
Syaikh bin Baz sepertinya mengubah tema pembahasan dan sama sekali tidak
membahas ucapan keliru Syaikh Abdul Fattah. Beliau sama sekali tidak
mengatakan, “anda telah salah, tidak faham sedikitpun! ahli bid’ah!
orang sesat! miskin!!!…” Tidak, Syaikh bin Baz sama sekali tidak
mengatakan demikian, karena hal ini adalah tidak pantas.
Syaikh Abdul Fattah sebenarnya adalah orang yang mudah untuk menerima
kebenaran. Hanya saja perlu cara dan teknik tertentu agar beliau bisa
menerima kebenaran dengan mudah. Syaikh bin Baz terus saja menyenangkan
hati beliau, bergurau dengannya dan sampai akhirnya Syaikh bin Baz
berkata kepadanya, “Wahai Syaikh, para mahasiswa itu terkadang tidak
faham bagaimana cara berbuat sopan di hadapan para masyaikh. Karena itu
seharusnya Syaikh bisa bersikap bijak terhadap mereka dan bersabar atas
perlakuan mereka.” Syaikh kemudian menjelaskan kepada beliau, “Anda
wajib mengajarkan kepada mereka sopan santun, menjadikan mereka
terdidik, bertindak bijak terhadap mereka, tidak muda emosi akan
kesalahan yang ada pada mereka. Anda sendiri pasti tahu bahwa Anda
adalah orang yang lebih pandai dari kita semua. Kita harus bersabar
menghadapi mereka dan berdiskusi dengan mereka dengan cara yang hikmah.”
Akhirnya Syaikh Abdul Fattah melunak hatinya dan mengatakan “Baiklah
Syaikh”, karena beliau tahu bahwa tindakannya kemarin adalah sangat
tidak pantas.
Syaikh Abdul Aziz al-Qori, yang menceritakan hal ini kepada saya
mengatakan, “Setelah itu kami keluar dari kantor dengan rasa penuh
hormat dan kemuliaan. Kami pun beranjak keluar dari area Jami’ah.
Kemudian saya bertanya kepada Syaikh Abdul Fattah, “Anda mau pergi ke
mana wahai Syaikh?”
Syaikh menjawab, “Saya ingin pulang ke rumah.” Saya berkata, “Baiklah, saya akan mengantarkan Anda ke rumah.”
Kemudian Syaikh Abdul Fattah naik mobil bersamaku, kemudian beliau
menoleh kepadaku dan berkata, “Wahai Syaikh Abdul Aziz al-Qori, saya
punya permintaan.” Saya menjawab, “Apa permintaan Anda?”. Beliau
menjawab, “Orang-orang Wahhabi ini, saya ingin membaca buku-buku
mereka.” Saya berkata, “baiklah”.
Setelah itu saya pilihkan beberapa buku karya Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab dan beberapa ulama lainnya, lalu kuberikan kepada beliau. Setelah
itu beliau membacanya selama seminggu penuh tanpa henti siang dan
malam.”
Syaikh Abdul Aziz al-Qori melanjutkan, “Seminggu kemudian saya
mengunjungi beliau dan bertanya padanya, “Bagaimana buku-buku yang telah
Anda baca? Bagaimana pendapat Anda tentangnya?”
Beliau menjawab, “Demi Alloh! Kalian semua adalah benar dan dulu Saya
yang salah. Adapun orang-orang ahlus sunnah yang saya temui, mereka jauh
sekali dari praktik yang terdapat dalam buku-buku ini. Saya sekarang
sudah mengetahui kebenaran tersebut. Demi Alloh! Saya dulu meyakini
bahwa kalian adalah orang-orang yang begini dan begitu… mudah-mudahan
Alloh mengampuniku.”
Wahai saudara-saudaraku…
Apa yang mendorong beliau untuk membaca kebenaran dan puas menerimanya?! Jawablah pertanyaanku…
Tentunya ini semua dengan adab, kelemahlembutan, akhlaq yang mulia,
kesabaran, sopan santun dan memenuhi kewajiban hak-hak seorang muslim,
bukannya malah tindakan menghajr, membenci, mengucilkan dan lain
sebagainya.
Wahai saudara-saudaraku…
Inilah akhlaq seorang alim besar, yang saya yakin bahwa saya dan anda bersepakat akan keilmuannya.
Adakah kita mau mengambil dan memetik faidah ini?! Maukah kita bercermin
kembali, sudahkah akhlaq kita mencerminkan akhlaqnya para salaf yang
shalih?!
Ataukah kita malah gemar menghujat, mencemooh, mencela, mengucilkan, bahkan sampai menvonis bid’ah secara serampangan?!
Memang benar kiranya ucapan Syaikh al-Albani, “Ajarkanlah aqidah yang
lurus kepada umat dan ajarkan akhlaq yang mulia kepada salafiyyin”.
(Tanya Jawab bersama Syaikh Ar’ur dalam almanhaj.net). Karena memang
sebagian saudara kita salafiyyin butuh untuk lebih mempelajari akhlaq
yang mulia.
[http://abusalma.net]
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama