Untaian perkataan Ibnul Jauzi rahimahullah yang menggetarkan hati para dai, beliau berkata :
((Sungguh suatu hari aku di majelisku maka aku melihat di sekitarku
lebih dari 10 ribu hadirin, tidak seorangpun dari mereka kecuali
trenyuh/luluh hatinya atau meneteskan air mata (karena nasehat dan
ceramahku).
Akupun berkata pada jiwaku : Bagaimana nasibmu jika mereka seluruhnya selamat (di akhirat) sedangkan engkau celaka??.
Maka akupun berucap dengan lisan perasaanku :
Wahai Tuhanku…, wahai
Tuhanku…jika kelak Engkau menetapkan untuk mengadzabku maka janganlah
Engkau mengabarkan kepada mereka tentang tersiksanya aku… demi untuk
menjaga kemuliaanMu bukan demi aku, agar mereka tidak berkata : Allah
yang telah ditunjukan/diserukan oleh Ibnul Jauzi telah mengadzab Ibnul
Jauzi))
Berkata Ibnul Jauzi-rahimahullah- dalam catatan harian beliau ”Shaidul Khatir” hlm. 138:
“Aku
banyak menemui para masyayikh ; kondisi dan derajat mereka
bertingkat-tingkat dalam menyikapi ilmu. Adalah yang paling bermanfaat
bagiku dalam menimba ilmu yaitu orang yang mengamalkan ilmunya dari
mereka, walaupun terkadang yang lain lebih berilmu darinya.
Aku
menemui sejumlah ahli hadis yang mereka memiliki hafalan dan
pengetahuan; namun yang memprihatinkan bahwa mereka terlihat begitu
toleran dalam membolehkan ghibah dengan alasan dalam rangka menegakkan
ilmu “jarh wa ta’dil” dan mereka terbiasa mengambil upah dalam
membacakan hadis, dan tergesa-gesa menjawab pertanyaan agar tidak
kehilangan wibawanya, sekalipun jawabannya adalah keliru!.
Aku
pernah berjumpa degan Abdul Wahhab al-Anmathi; aku melihat dia begitu
tegarnya diatas prinsip salaf, tidak pernah terdengar di majlisnya ada
ghibah, dan tidak pula dia meminta upah ketika memperdengarkan hadis,
dan terkadang aku membacakan di hadapannya hadis-hadis “raqaiq” (yang
melembutkan hati) kulihat dia menangis berkepanjangan!!!.
Maka
tangisannya itu-meskipun ketika itu aku masih kecil- senantiasa teringat
dalam lubuk hatiku berperan untuk membentuk kepribadianku. Sifat yanga
ada pada beliau beliau benar mengikuti jejak para masyayikh yang
senantiasa kami dengar di nukil dalam buku-buku.
Aku juga pernah
bertemu dengan Abu Mansur Al-Jawaliqi; beliau adalah sosok yang
senantiasa terlihat diam,benar-benar berhati-hati dalam berkata-kata,
beliau adalah pribadi yang memiliki ilmu yang dalam, muhaqqiq, dan
terkadang jika ditanyakan padanya permasalahan- yang terlihat sepele
bagi para murid-muridnya-namun beliau berhenti untuk menjawab hingga
benar-benar yakin dengan kebenaran jawabannya, beliau juga sosok yang
senantias menjaga puasa dan diam.
Kedua sosok ini begitu besar
pengaruh dan manfaatnya bagi diriku melebihi para masyayikh yang
lainnya, maka akupun paham dari mereka bahwa dalil (mengajarkan
sesuatu) dengan praktek lebih berkesan untuk membimbing seseorang
daripada sekedar dalil yang disampaikan dengan perkataaan…
Maka
hendaklah kita takut kepada Allah dan berupaya mengamalkan ilmu, sebab
hal itu adalah dasar yang terbesar, sebaliknya orang yang paling merugi
adalah orang yang habis umurnya dalam belajar ilmu yang tidak pernah dia
amalkan, iapun terluput dari mereguk kenikmatan dunia, dan kebaikan di
akhirat, dan datang pada hari akhirat dalam keadaan bangkrut dan
dahsyatnya ilmu yang akan menghujatnya”.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama